Ekonomi dunia sedang tak ramah. Perekonomian global yang semula diperkirakan akan menuju pemulihan yang lebih baik ketimbang 2010, tiba-tiba harus disikapi secara hati-hati akibat situasi terkini di Amerika Serikat. Hal ini diakibatkan rating utang AS diturunkan ke AA+ dari AAA dan membuat kepanikan pelaku ekonomi, khususnya di pasar saham. Dampak tersebut juga dirasakan oleh Indonesia.
Nah, negara-negara berkembang saat ini tengah berjuang mengatasi tiga problem utama, yakni inflasi, neraca fiskal, dan arus modal masuk (capital inflow). Masalah ini juga dialami Indonesia pada semester pertama 2011. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester satu 2011 lumayan baik, mencapai 6,5%. Tingkat pertumbuhan ini boleh dibilang bagus, karena pada saat yang bersamaan negara-negara tetangga justru mengalami pertumbuhan yang menurun, khususnya Singapura.
Perekonomian yang lumayan ini membuat kinerja BUMN semester satu 2011 juga lumayan. Namun, papar Menteri BUMN, Mustafa Abubakar, “Sampai sejauh ini belum terpikir untuk merevisi RKAP. Kenaikan laba bersih secara agregat sebesar 39% anggap saja ini adalah sebuah prestasi. Tentu kita terus mendorong BUMN untuk terus melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas.”
Berikut petikan paparan kinerja BUMN tengah tahun 2011 yang disampaikan Mustafa yang didampingi oleh Megananda Deputi Bidang Usaha Industri Primer, Irnanda Laksanawan (Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur), Sumaryanto Widayatin (Deputi Bidang Usaha Infrastruktur dan Logistik), Parikesit Suprapto (Deputi Bidang Usaha Jasa), dan Mahmuddin Yasin (Sekretariat Kementerian BUMN):
Faktor apa yang penyebab laba Pertamina cukup tinggi?
Irnanda : Pertamina mengalami kenaikan laba bersih yang cukup besar, yaitu 79,39%. Hal ini disebabkan oleh realiasi ICP (Indonesia Crude Price) per Juni 2011 meningkat dari budgednya US$ 80 dolar per barel realiasi US$ 110,97 peningkatan US$ 38,71 untuk ICP. Laba bersih di sektor hulu juga meningkat dari Rp 16,68 triliun menjadi Rp 19,89 triliun.
Rerata delta price PKS (premium, kerosene dan solar) juga mengalami kenaikan. Awalnya hanya US$ 7,23 per barel menjadi US$ 9,25 per barel atau meningkat 27,94%. Sehingga target laba di sektor hilir yang tadinya hanya Rp 1,01 triliun dalam realiasinya mencapai Rp 5,27 triliun.
Penyebabnya memang banyak faktor, kenaikan ICP dan rerata delta price PKS. Tapi laba ini biasa dikurangi oleh kerugian PSO yang mencapai Rp 3 triliun.
Bagaimana dengan kenaikan harga elpiji?
Irnanda : Harga elpiji tidak terkait dengan pencapaian laba Pertamina. Harga elpiji itu ada pada pemerintah dan sudah diputuskan tidak ada kenaikan.
Ada rencana revisi laba tahun Pertamina ini?
Mustafa : Target keuntungan 2011 sebesar Rp 17 triliun batas bawah dan Rp 20 triliun batas atas, sehingga tidak perlu revisi. Kalau melebihi Rp 20 triliun anggap saja itu sebagai prestasi.
Kalau revisi target BUMN secara keseluruhan?
Mustafa : Sampai sejauh ini belum terpikir untuk merevisi RKAP. Kenaikan laba bersih secara agregat sebesar 39% anggap saja ini adalah sebuah prestasi. Tentu kita terus mendorong BUMN untuk terus melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas.
Laba PTPN 3,4,5 dan 7 naik, apa penyebabnya?
Megananda : PT Perkebunan Nusantara (PTPN) semester pertama 2011 sangat baik. Volume produksi komoditi sawit dan karet kenaikannya cukup signifikan. Selain itu, harga jual komoditi ini juga mengalami kenaikan signifikan. CPO sekarang harga di atas Rp 7.000 per kg, jauh di atas RKAP. Adapun komoditas karet meningkat luar biasa di atas US$ 6 per kg yang menyebabkan BUMN perkebunan khususnya karet dan sawit akan lebih baik lagi di tahun 2011.
Kalau holding perkebunan terbentuk, akan menjadi perusahaan perkebunan terbesar di dunia dengan asset 44 triliun dengan pendapatan 40 triliun. Selain itu dengan holding juga bisa membantu pendanaan PTPN yang kurang sehat.
Sampai sejauhmana progres holding perkebunan?
Mustafa : Tidak mudah, karena melibatkan lintas instansi. Sekarang proses holding perkebunan sudah masuk Kementerian Kuangan. Kementerian Keuangan butuh waktu, kami juga ingin cepat-cepat. Mohon sabar karena masih dalam proses.
Holding BUMN lainnya?
Mustafa : Sejauh ini yang sudah selesai baru Pusri, sementara sektor perkebunan dan kehutanan masih on going progress. Sementara yang kecil-kecil tetap di lakukan sinergi misalnya dalam industri farmasi sekarang sudah final mudah-mudahan akhir tahun ini PT Kimia Farma dan PT Indo Farma jadi satu.
Bagaimana dengan kinerja BUMN kehutanan?
Megananda : BUMN kehutanan memang kondisinya kurang baik. Permasalahannya ada di ketentuan yang mengatur badan usaha tidak bisa bergerak luwes. PT Inhutani V, misalnya, mengalami kerugian karena lahannya tidak bisa dikembangkan lagi. Oleh karena itu, Kementerian BUMN mengusulkan agar BUMN kehutanan membentuk suatu holding di mana Perum Perhutani menjadi operating atau induknya sehingga Perhutani bisa mencarikan kredit-kredit untuk Inhutani yang tidak bankable.
Kalau labanya stagnan. Apa penyebabnya?
Sumaryatin : Kenaikan laba PLN sebesar 3% tidak bisa dilihat meningkat atau tidak. Sebab, PLN masih mengandung efisiensi laba sebesar 3% karena ada margin 8%. Itu artinya, ada efisiensi dalam pengelolaan yang dilakukan PLN, dan lain-lain.
Mustafa : Target utama PLN adalah pemerataan pelayanan listrik. Pada semester I 2011 ini PLN sudah berhasil melanjutkan kinerja tahun lalu dan masih ada laba itu sudah sangat bagus.
Bagaimana rencana Bulog menjadi stabilisator harga?
Mustafa: Obsesi saya menjadikan Bulog menjadi off taker (pembeli) gula. Hal ini sesuai dengan semangat Komisi VI DPR melalui Panja Gula. Kita tetap memperjuangkan agar Bulog menjadi off taker dengan kata lain harus ada buffer stock gula di Bulog seperti halnya beras pemerintah.
Konsekuensi anggarannya ditanggung oleh APBN atau diserahkan kepada Bulog dengan catatan hanya ada satu gerbang keluar masuknya gula. Kalau mau impor, harus lewat Bulog supaya gula bisa dikontrol agar tidak terjadi bisnis yang tidak sehat. Ini memang tidak mudah, tapi masih ada harapan untuk bisa diwujudkan.
Mungkinkah PT Garam menjadi badan penyangga garam?
Mustafa: PT Garam dalam proses revitaliasi. Kalau ada tugas PSO seperti itu, tergantung dari ketersediaan anggaran. Mereka sudah menghitung Rp 300 miliar untuk membeli garam rakyat yang harganya jatuh akibat impor dan menyebabkan harga garam anjlok di bawah Rp 400 per kg.
DPR sudah menghitung PT Garam membutuhkan Rp 440 miliar untuk revitalisasi dan melakukan fungsi PSO seperti itu. Jadi jawabannya tergantung dari ketersediaan anggaran. Kalau dari APBN-P 2011 belum bisa, mungkin pada APBN 2012.
Bagaimana dengan dividen?
Mustafa: Target tahun lalu dividen sebesar Rp 27,5 triliun. Namun, bisa terlaksana Rp 30,1 triliun. Untuk tahun 2012, kami mengusulkan Rp 25 triliun tapi disepakati Rp 27,5 triliun untuk 2011 yang dibayar tahun 2012.
Nama Media : BUMN TRACK
Tanggal : No. 50 Tahun V September 2011, Hal. 32-33
Penulis :
TONE : POSITIVE