REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG (22/6/2016) | Nama Gunung Puntang kini makin moncer di kancah mancanegara. Bukan karena alamnya, melainkan karena kopi. Betapa tidak, Kopi Gunung Puntang menjadi populer setelah menjuarai ajang Specialty Coffee Association of America (SCAA) Expo 2016, di Atlanta, AS, April 2016 lalu.
Setelah populer berkat tangan dingin Ayi Sutedja itu, giliran koperasi masyarakat yang membawa harum Kopi Gunung Puntang ke tanah Afrika. Melalui kekompakan anggota Koperasi Puntang Insan Sejahtera dan PT Nusa Amandhiya, kopi itu diekspor perdana ke Maroko pada Selasa (21/6) kemarin.
Ketua Koperasi Puntang Insan Sejahtera (PIS) Iwan Pursada Bakti menjelaskan, ekspor perdana ke Maroko tersebut mengirim sebanyak 19,20 ton beras biji kopi, atau kopi dalam bentuk green bean. Kopi yang diekspor tidak hanya berjenis arabika yang memang sudah menjadi ciri khas kopi Bandung Selatan. Namun, juga terdapat kopi robusta.
“Berat robusta (green been) yang dikirim sebanyak 3 ton, dan sisanya adalah arabika,” ujar dia, Selasa (21/6) kemarin di Pasirhuni, Cimaung, Kabupaten Bandung.
Saat ini, Koperasi PIS memiliki 10 anggota. Seluruhnya petani kopi yang masing-masing memiliki lahan garapan kopi seluas dua hektare di hutan produksi Perhutani. “Total lahan kebunnya mencapai 20 hektare, dengan titik area yang menyebar. Usia tanaman kopinya sudah tujuh tahun, sudah tergolong produktif,” ujar dia.
Kopi kualitas ekspor itu diperoleh dari hasil pertanian beberapa kelompok tani setempat yang menanam kopi di kawasan hutan produksi yang dikelola Perhutani. Kopi arabika koperasi tersebut dipenuhi dari Gunung Tilu dan Gunung Puntang yang termasuk dalam sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Untuk robusta sendiri, di kawasan Gunung Puntang memang tergolong sedikit. Lantaran kopi jenis ini kurang begitu cocok jika ditanam di kawasan Gunung Puntang yang berada di dataran tinggi.
Meski begitu, ada tempat lain di Bandung Selatan yang dianggap memiliki kopi robusta berkualitas, yakni di Gunung Tilu, Pangalengan. “Gunung Tilu di Pangalengan juga memiliki kopi robusta yang termasuk golongan terbaik,” kata dia.
Iwan mengakui, kopi robusta dari Gunung Tilu memang masih minim. Sehingga, untuk memenuhi pasokan, koperasi tersebut mengambil dari daerah lain seperti Banjar, Kuningan, Subang dan Ciamis.
Kopi yang diekspor Koperasi PIS berada di kelas reguler. Pemilihan ekspor di kelas reguler ini berbeda dari kebiasaan di tanah air. Sebab, mayoritas kopi Indonesia yang diekspor adalah kelas specialty yang biasanya untuk memenuhi kebutuhan kafe-kafe.
Harga jualnya pun tinggi karena melalui proses pengolahan dan penyortiran yang ketat. Sedangkan kopi kelas reguler di tingkat dunia selama ini dikuasai Brasil. Dari Indonesia, jarang sekali. Namun, peluang di kopi kelas reguler di tingkat dunia juga cukup besar karena permintaannya lebih tinggi ketimbang kopi kelas specialty.
“Untuk di awal, kita main di reguler dulu. Tapi rencananya nanti kita juga akan ekspansi ke negara lain, seperti Australia dan negara-negara di Eropa, tentu setelah punya produk yang specialty,” tutur dia.
Terlebih, kopi kelas specialty sebagai kopi grade 1 adalah kopi yang telah melewati proses penyortiran yang ketat. Biji kopi yang memiliki retak, atau bentuknya yang tidak bagus, akan gagal dalam proses penyortiran kelas specialty.
Boleh dibilang, dari total biji kopi yang dihasilkan, hanya 10 persen yang termasuk specialty. “Kalau reguler bisa sampai berton-ton per bulan. Sedangkan specialty hanya kwintalan,” kata dia.
Tanggal  : 22 Juni 2016
Sumber  : Republika.co.id