MEDIA INDONESIA (27/2/2017) | Lokasi ekowisata Kawah Putih di Ciwidey, Bandung, kini telah bersih. Tidak ada sampah plastik berserakan yang mengganggu penglihatan ataupun pedagang yang hilir mudik menjajakan makanan.
Upaya itu sudah dilakukan sejak 2010 melalui relokasi dan penataan warung wisata. Kepala Biro Pariwisata Perhutani Lies Bahunta mengatakan mengelola kawasan hutan dengan prinsip kelestarian tanpa mengabaikan aspek sosial terbilang susah-susah gampang termasuk menata kawasan ekowisata Kawah Putih. Dibutuhkan paritisipasi aktif dan kesadaran semua pihak baik pengunjung, pengelola, maupun masyarakat lokal yang bermata pencaharian di kawasan tersebut.
“Mengelola serta mengembangkan kawasan ekowisata yang dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal, tetapi tanpa mengabaikan aspek ekologi dan konservasi, menjadi tantangan tersendiri. Ketika kami punya konsep tetapi tidak terkomunikasikan dengan baik, jadi kendala,” tutur dia, Jumat (24/2).
Lies menjelaskan pada 2010 Perhutani mulai melakukan upaya kolaboratif untuk saling menjaga kawasan itu. Dia mengungkapkan awalnya itu agak sulit sehingga Perhutani perlu menutup wisata Kawah Putih selama 100 hari. Dia mengutarakan momentum penutupan Kawah Putih selama 100 hari pada 2010 sesungguhnya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran menjaga kebersihan dan ketertiban di kawasan itu.
“Tujuan tersembunyi sebetulnya ini punya siapa. Ketika ditutup mereka mulai berpikir, mereka kehilangan mata pencaharian dan efeknya sampai ke Soreang, Bandung. Warung-warung di sana sepi. Jadi kami ajak untuk bersama menata. Warung-warung wisata dan kendaraan (shuttle) merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat,” terang Lies.
Upaya itu akhirnya membuahkan hasil. Pengelolaan kawasan dapat dilakukan secara lestari dan bertanggung jawab dengan prinsip ekonomi dan ekologi. Kawah Putih saat ini sudah menyandang sertifikasi ISO 9001 tentang sistem manajemen mutu.
Kepala Divisi Regional III Perhutani Jawa Barat dan Banten Erlan Barlian mengatakan pelestarian dan pemanfaatan hutan di Jawa Barat lebih mengutamakan jasa lingkungan dan nonkayu, salah satunya ekowisata. Direktur Jenderal Pengelolaan Produksi Hutan Lestari Ida Bagus Putra menyampaikan salah satu program pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK) ialah melalui jasa lingkungan dan wisata dengan memanfaatkan potensi yang ada. (Indriyani Astuti/H-5)
Sumber: Media Indonesia, hal. 21
Tanggal: 27 Februari 2017