Kementerian Kehutanan menginstruksikan pengembangan agroforestry di seluruh wilayah Jawa Barat. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mempercepat pemulihan lahan-lahan kritis sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan. Kabupaten Bandung menjadi lokasi pengembangan yang harus digenjot secara intensif, karena masih banyak titik yang harus diselamatkan lingkungannya.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Senin (9/4) menjelaskan, pengembangan agroforestry tersebut diarahkan kepada lahan-lahan milik masyarakat, yang selama ini dominan ditanami sayuran. Ini bukan hanya pada lahan-lahan berkemiringan curam, tetapi juga pada lahan-lahan mendatar yang memang potensial diusahakan agroforestry.

la mengatakan, agroforestry tersebut mendorong berbagai lahan milik pribadi dapat dibagi komposisinya untuk ditanami pohon kayu-kayuan dan tanaman serbaguna, pohon sumber bahan bakar nabati, tanaman-tanaman perkebunan, disertai pemanfaatan melalui palawija dan Iain-lain. Dari berbagai lokasi di Jabar, Kabupaten Bandung dinilai paling mendesak, apalagi perannya sangat sentral bagi Kota Bandung.

“Pemanfaatan lahan-lahan melalui pengusahaan aneka ragam tanaman secara terencana dan bergilir panen, akan sangat bermanfaat memberikan nilai tambah. Pohon kayu-kayuan bernilai jual mahal, ada pula tanaman perkebunan yang hasilnya permanen, sedangkan saat bibit pohon-pohon itu masih kecil, berbagai palawija dapat diusahakan,” kata Zulkifli, saat bersilaturahmi dengan berbagai Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) se-Kabupaten Bandung, di Patuha Resort Perum Perhutani, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan.

la juga mengingatkan, potensi pengembangan dan pemanfaatan agroforestry di Jabar lebih luas dari lahan-lahan masyarakat. Soalnya, luas hutan negara baik yang dikelola Perhutani serta Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam arealnya terbatas, walaupun masih banyak potensi yang dapat digali dan dikembangkan. Zulkifli juga mencontohkan, pengembangan agroforestry diperhitungkan hasilnya akan sangat terasa ke depan. Misalnya penyediaan sumber bahan bakar berkelanjutan, yang tinggal didukung lebih serius oleh pemerintah.

Sementara itu, Kepala Unit III Perum Perhutani Bambang Setiabudi mengatakan, khusus agroforestry di Perhutani Jabar, selama dua tahun terakhir hasilnya sangat menonjol dari sektor wisata. Ini memanfaatkan perubahan paradigma dari semula mengandalkan produksi kayu kini ke produksi hasil hutan nonkayu. Sebagai contoh, menurut dia, optimalisasi berbagai hutan lindung, membuat pendapatan dari non-kayu naik menjadi 53 persen pada tahun 2011, yang perolehan besar dari wisata hutan kini menjadi Rp 40 miliar. “Karena itu, ekowisata menjadi salah satu unggulan utama dalam pengelolaan hutan lindung yang penanganannya dilakukan terintegrasi,” katanya. (A-81)

PIKIRAN RAKYAT :: 10 April 2012 Hal. 23