Target pemenuhan produksi pangan yang terus naik, tetapi luas lahan menyempit, membuat pemerintah melakukan berbagai cara untuk mencapainya. Di tengah situasi tersebut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejak 2011 sudah melakukan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) kepada sejumlah BUMN.

GP3K dicetuskan pada 2011, dengan latar belakang mendesaknya pemenuhan produksi padi, jagung, dan kedelai, untuk ketahanan pangan nasional. Pemerintah melihat pentingnya dukungan optimal berbagai sarana produksi pertanian untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan sekaligus mempercepat pemenuhan cadangan pangan nasional.

Sejumlah hasil panen pangan, baik padi, jagung, maupun kedelai diperoleh. Khusus di Pulau Jawa, GP3K lebih mengandalkan intensifikasi, sekaligus pemanfaatan lahan-lahan yang ada, termasuk kawasan kehutanan yang dapat ditanami padi. Intensifikasi lahan dalam GP3K memang logis dilakukan, karena di Pulau Jawa sudah tak memungkinkan dilakukan ekstensifikasi lahan seperti halnya di luar Pulau Jawa. Dengan demikian, berbagai teknik ataupun terobosan harus dilakukan, terutama menggenjot produktivitas tanaman pangan yang diusahakan.

Cara tersebut seharusnya juga dilakukan pada GP3K, baik yang dilakukan dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Sinergi dan target pun harus jelas, yang ditentukan sejauh mana konsistensi semua pihak yang terlibat GP3K. Walaupun demikian, menurut Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar, Entang Sastraatmadja, pelaksanaan dan hasil GP3K yang sudah berjalan ini masih tetap hartis banyak diperbaiki karena masih ada kelemahan. Ini terutama dari belum jelasnya grand design dan belum optimalnya pengarahan koordinasi dari Kementerian BUMN.

“Pelaksanaan GP3K harus jelas sejak awal, bagaimana target, koordinasi, instruksi, pelaksanaan, ataupun motivasi kepada para petani. Konsistensi dan kekompakan semua pelaku pun diperlukan, karena pelaksanaannya tak dapat hanya mengandalkan satu pihak,” katanya.

Pada sisi lain, menurut Entang, GP3K juga terindikasi berbenturan dengan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) dari Kementerian Pertanian. Padahal secara umum, ujungujung pertanggungjawabannya pun “bermuara” pada Direktorat .Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. Benturan kedua program dilatarbelakangi lahan untuk target produksi padi program GP3K ternyata masih kurang. Oleh karena itu, kemudian terpaksa luas lahan ditambah dengan lahanlahan di luar kawasan hutan.

Padahal, pada lahan-lahan di luar kawasan hutan sebenarnya banyak yang sudah masuk dalam data P2BN. Tentu terjadi tumpangtindih dalam perhitungan target antara GP3K dan P2BN, sedangkan lahan yang dimaksud masih sama. Begitu pula soal konsistensi dalam pelaksanaan di lapangan, Entang melihat sejauh ini terkesan lebih dibebankan kepada Perum Perhutani. Padahal, Perhutani merupakan BUMN yang berfokus pada pengelolaan kehutanan dan hanya sebagai penyedia lahan. Berbagai sarana pendukung GP3K seharusnya dioptimalkan dari sejumlah BUMN pangan yang ditugasi Kementerian BUMN serta perhatian perbankan.

Entang menilai, GP3K baru akan sukses jika grand designnya ditetapkan secara jelas, diimbangi konsistensi dan kekompakan seluruh unsur. Paling tidak, dalam pengawasan dan pelaksanaan di lapangan, sehingga dukungan terhadap GP3K jangan sebatas dari sejumlah pimpinan pihak-pihak yang ditunjuk Kementerian BUMN.

Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani, Mustoha Iskandar mengatakan, GP3K pada kawasan kehutanan juga diharapkan berfungsi ganda, selain memenuhi cadangan ketahanan pangan nasional juga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Berbagai kemudahan yang diperoleh masyarakat desa hutan melalui PHBM dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.

Dengan cara tersebut, motivasi masyarakat desa hutan untuk ikut menjaga keamanan dan kelestarian hutan pun harus meningkat. Soalnya masyarakat desa hutan pun akan merasakan manfaat, yakni kawasan hutan yang terjaga dan lestari mampu mendukung aspek kehidupan mereka. “Termasuk, dorongan terhadap keberhasilan GP3K dalam kawasan hutan. Selain memperoleh usaha, juga mendorong kecukupan pangan serta menghindari terjadinya rawan pangan di antara masyarakat desa hutan,” katanya.

Pikiran Rakyat :: 20 April 2012, Hal 25