REPUBLIKA (23/5/2017) | Anak-anak kecil pun memahami perbedaan sampah organik dan anorganik.

Anakku kamu apain?” tanya seorang ayah pada salah satu guru di Pos PAUD Desa Karangjati, Kecamatan Pandaan, Pasuruan, dalam bahasa Jawa Timuran yang khas.
Sang ayah pun bercerita tentang kebiasaan baru anaknya yang masih berusia sekitar tiga tahun. Anak itu saat ini punya kebiasaan buru-buru memasukkan sampah-sampah yang dibuang sembarangan oleh anggota keluarga lain ke dalam tong sampah.
Gara-gara kebiasaan ini, sang ayah pun sempat merasa malu lantaran si anak justru dengan sigap membuang sampah pada tempatnya. Bahkan, sampah yang dilemparkan sembarangan oleh sang ayah.
Direktur Yayasan Investasi Sosial Indonesia Syukur Sugeng Apriwiyanto, lembaga yang turut menggagas Sekolah Cerdas Peduli dan Berbudaya Lingkungan (Scalling), menuturkan, kebiasaan itu bermula dari program cinta lingkungan yang mulai diterapkan di lingkungan pendidikan anak usia dini (PAUD) di wilayahnya.
Dalam program itu, anak-anak usia dini sudah diajarkan untuk mencintai lingkungan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan dan belajar untuk memilah sampah. Para bocah itu telah paham membedakan antara sampah organik dan anorganik.
Menariknya, ada sebuah program yang dibuat untuk membuat anak-anak makin bersemangat untuk mengumpulkan sampah-sampah, yaitu program sedekah sampah. Saban Kamis, para siswa dan orang tua diwajibkan membawa sampah yang dapat didaur utang, seperti bungkus mi instan, plastik minuman kemasan, hingga botol-botol bekas.
Sampah-sampah yang terkumpul, lantas dipilah antara yang bernilai jual dan tidak. Bila tidak bernilai jual maka tugas para ibu dengan kreativitasnya untuk menghasilkan beragam kerajinan lewat sampah-sampah plastik tersebut.
Untuk sampah yang bernilai jual akan dibawa ke bank sampah dan hasil yang diperoleh digunakan untuk operasional sekolah anak-anak. “Istilahnya, dari anak dan untuk anak,” ujar pria yang akrab disapa Kang Apri itu.
Dalam perkembangannya, Aqua, produsen air minum kemasan, turut mendampingi warga Desa Karangjati untuk mengembangkan bank sampah. Hingga saat ini, sampah dari 102 kepala keluarga telah terkelola dan memiliki sekitar 68 nasabah tetap dan diperkirakan akan terus berkembang. Selain itu, tercatat pula 24 nasabah sedekah sampah untuk operasional PAUD. Untuk aktivitas ini, sebanyak 1,7 juta ton sampah telah tereduksi
Mulyono Wibisono, koordinator CSR Aqua Pandaan mengatakan, hingga saat ini program serupa telah menyebar di 10 PAUD yang lain. Inilah yang membuat anak-anak sejak dini telah mampu memilah sampah dan membedakan antara sampah kering dan basah serta terbiasa membuang sampah pada tempatnya,” ujarnya.
Konservasi
Namun, peduli lingkungan lewat manajemen sampah bukan satu-satunya cara bersahabat dengan alam.
Mulyono menuturkan, ada upaya pihaknya untuk menjaga lingkungan, yaitu dengan jalan konservasi keanekaragaman hayati. Inilah aspek penting dalam pelestarian dan perlindungan lingkungan karena keberadaan flora dan fauna akan berpengaruh terhadap ekosistem.
Apalagi, untuk Pasuruan yang merupakan daerah resapan air dan memiliki taman nasional yang termasuk kawasan yang dilindungi. Bekerja sama dengan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, masyarakat desa, dan Perhutani, telah ada sekitar 4.200 bibit tanaman endemik lokal yang ditanam. Bahkan saat ini Perhutani menyiapkan lahan seluas 17 hektare di kawasan Bukit Cinta untuk komitmen penanaman 30 ribu pohon per tahun hingga 2020.
Program konservasi ini meliputi penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan kebun bibit, penanaman dan pemeliharaan pohon endemik, hingga pemanfaatan hutan nonkayu, seperti bunga edelweis. “Saat ini, telah ditanam 6.000 bibit edelweis dan kopi di Bukit Cinta,” ujar Hari Wicaksono, koordinator CSR Aqua Keboncandi.

Sumber: Republika, hal. 20

Tanggal: 23 Mei 2017