REPUBLIKA.CO.ID (22/11/2020) | Udara pagi berembus sejuk di Jalan Raya Soreang- Banjaran. Di Kilometer 2, saya sudah ditunggu Rohmansyah Sujana dan tim dari Kopi Magma. Perkenalan singkat membuat saya tertarik untuk menyambangi kebun kopi yang dikelolanya di sekitar Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jadilah pada Sabtu (21/4) itu saya berkunjung ke kebun seluas 50 hektar yang ada di atas lahan Perhutani.

Jam sudah menunjuk ke angka tujuh. Gerimis kecil menemani perjalanan sepeda motor kami dari Soreang ke arah Banjaran. Sesampainya di tempat perjanjian, kami segera masuk mobil dan memulai perjalanan. Masker tetap terpasang sebagai upaya menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi.

Mobil SUV Four Wheel Drive yang kami tumpangi lincah menyusuri jalan. Pengalengan memang bukan Ciwidey yang lebih ramai dengan wisatawan. Meski demikian, daerah yang terletak di Gugusan Pegunungan Malabar ini tidak kalah elok. Kebun teh, Situ Cileunca hingga kawasan peternakan sapi dan produksi susu sejak lama menjadi magnet bagi daerah ini.

Setelah memakan waktu tempuh 40 menit, mobil produksi salah satu merek ternama asal Korea Selatan yang kami tumpangi berbelok ke arah kiri. Pelang PTPN Kertamanah menjadi pertanda perubahan haluan perjalanan kami. Di tengah perjalanan menyusuri kebun teh, tampak belasan orang tengah berlari. Tiga orang tim Kopi Magma pun turun dari mobil dan memasang sneakers. “Lari disini enak kang. Udara sejuk bikin sehat,”kata Taufik salah satu pelari.

Rohman menjelaskan, orang-orang seperti Taufik menjadi salah satu target dari wisata kebun kopi di Kopi Magma. Mereka diharapkan melintasi jogging track yang dibuat sampai ke shelter Kopi Magma. Dia menjelaskan, lari di pegunungan memiliki segmen tersendiri. Olahraga yang disebut sebagai trail running itu berbeda dengan maraton yang kini tengah digandrungi di Indonesia. Jika maraton melalui jalan datar dan beraspal, para pelari trail running menyusuri jalan menanjak dan turunan yang curam. Kebanyakan, tracknya berbentuk jalan berbatu.

Tidak hanya memanjakan pelari, Kopi Magma sedang membangun track bagi para penikmat sepeda. Track untuk jalur downhill akan memanjakan para pengunjung dari wilayah Jakarta, Bandung dan sekitarnya. Selain itu, Rohman menyediakan paket trip edukopi dengan jalur offroad. Tim Kopi Magma menyediakan Land Rover bagi para tamu yang memesan paket tersebut.

Sambil menyaksikan para pelari, mobil tipe long sportage ini terus melaju. Hingga sampai ke track offroad sempit yang memiliki elevasi cukup menantang. “Jalur ini baru kami buat untuk track four wheel. Pengunjung tidak perlu keluar mobil. Cukup duduk dan merasakan sensasi offroad,” jelas Rohman sambil tetap lincah memegang kemudi.

Benar saja keterangan Rohman. Kami dibuat bergoyang kiri kanan. Jalan mendaki menambah tantangan. Adrenalin meninggi saat mesin mobil sempat mati. Setelah beberapa kali mengulik starter, mobil itu menanjak kembali.

Sesampainya di shelter Kopi Magma, Rohman berbaik hati langsung menyuguhkan segelas produk dari kebunnya. Kopi jenis Arabica yang ditanam di ketinggian 1.850 Mdpl itu diproses dengan natural. Meski sudah dingin karena diseduh dari kedai Kopi Magma di Riung Penyaungan, kenikmatan kopi premium itu masih amat terasa. Kopi yang fruitty pun kami seruput sambil mengobrol dan menyaksikan sudut demi sudut pondokan Kopi Magma yang asri.

Edukasi kopi

Di tengah perjamuan, datang seorang pria paruh baya dengan tas di punggungnya. Mengenakan topi dan sepatu bot, Hasan Additurin mengajak kami berkeliling kebun yang baru dikembangkan pada 2017 itu. Hasan berkisah, kebun ini merupakan hasil kerjasama program reboisasi dengan Perum Perhutani. Lahan datar seluas 50 hektar itu dahulu ditanami sayuran. Menurut Hasan, kebun sayur warga sesungguhnya mengikis hutan. Meski demikian, warga juga masih butuh hasil ekonomi dari lahan tersebut. Ide awalnya, para petani harus bisa hidup dari pohon-pohon pengganti sayuran tersebut.

“Karena itu, kopi ini juga disebut kopi konservasi,” ujar Hasan yang bertanggung jawab kepada para petani kopi.

Dengan misi awal konservasi, edukasi sekaligus ekonomi, Rohman dan kawan-kawan mulai bergerak. Mereka lantas menanami lahan tersebut pada 2017 dengan pohon kopi. Penanaman dilakukan sealami mungkin. Mereka tak menggunakan pupuk. Meski demikian, Rohman menampik jika kopinya dilabeli produk organik. Pasalnya, lahan bekas sayuran sudah banyak mengandung pupuk kimia.

Untuk tahap awal, mereka mengembangkan 20 hektar. Sisanya masih dalam tahap uji coba. Varietas yang ditanam merupakan benih khas nusantara. Dari benih buhun (Sunda), Aceh Tengah Super atau Ateng (Aceh) hingga Sigarar Utang (Sumatra Utara). Pohon-pohon itu baru saja panen pada Juli-Agustus tahun ini. Meski demikian, sudah banyak cherry gemuk yang beberapa bulan lagi bisa dipanen.”Kalau kita memetik cherrynya benar, dia bisa segera berbunga dan berbuah. Jaraknya tiga bulan,” ujar Hasan.

Cara pemetikan yang baik hingga ketinggian tempat penanaman diklaim Hasan mempengaruhi kualitas kopi. Setelah itu, proses pascapanen yang benar juga akan mengeluarkan rasa kopi sesuai dengan yang diinginkan. Tidak heran, Rohman mengungkapkan, Kopi Magma sudah mendapatkan skoring 86 dari salah satu pusat penelitian kopi ternama di Indonesia. “Ini di atas speciality,”ujar Rohman merujuk pada level kualitas kopi Arabica terbaik di pasaran.

Kualitas kopi yang baik membuat Kopi Magma berprestasi. Meski tergolong pemain baru diantara dedengkot kopi di Kabupaten Bandung, Kopi Magma sudah punya nama. Kopi ini meraih juara dalam kompetisi yang digelar Perum Perhutani antar produsen kopi di Kabupaten Bandung. “Padahal kami sudah pasrah karena pemain baru. Tapi jadi juara,”ujar Hasan.

Sumber : republika.co.id

Tanggal : 22 November 2020