WARTAEKONOMI.CO.ID (26/8/2017) | Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri melakukan terobosan pembinaan terhadap sejumlah petani kopi di sentra perkebunan kopi, lereng Gunung Wilis, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri Djoko Raharto mengatakan pembinaan terhadap petani kopi di lereng Wilis menjadi fokus lembaganya ditandai dengan pemberian bantuan 3.000 bibit kopi jenis arabica kepada pengelolaan lahan eks-perkebunan zaman Belanda.

“Selama ini tanaman kopi yang masih tersisa di bekas perkebunan Belanda ini sebenarnya masih berproduksi, namun hasilnya tidak maksimal karena manajemen pengelolaan yang kurang baik,” kata Djoko dalam satu kesempatan wawancara dengan wartawan, Sabtu (26/8/2017).

Pengetahuan dasar tentang kopi serta tata-cara pengelolaan tanaman, teknik petik, hingga bekal kemampuan pengolahan menyebabkan harga kopi hasil perkebunan rakyat tidak terlalu bagus, bahkan cenderung terus jatuh.

“Bahkan ada tanaman kopi yang usianya mencapai 100 tahun lebih. Namun selama ini kalau panen, langsung habis terjual. Itupun dengan pengelolaan dan pengolahan yang serba konvensional,” kata Djoko.

Akibatnya, minat dan semangat warga untuk bertahan di sektor pertanian perkebunan kopi merosot drastis dalam kurun 2-3 dasawarsa terakhir. Oleh karena itu, BI Kediri memutuskan ikut andil melakukan pembinaan. Langkah pertama yang dilakukan BI Kediri adalah dengan melakukan survei lapangan.

Hasilnya, potensi pengembangan produksi kopi dinilai masih besar. Warga memiliki minat dan tanaman kopi bisa hidup di bawah tegakan yang sudah ada di lahan yang tersedia.

Setelah melihat peluang dan masih adanya kemauan warga untuk kembali menggeluti sektor perkebunan kopi, pada Desember 2016 BI mulai menyalurkan 3.000 bibit kopi unggul bersertifikat jenis arabica yang secara khusus didatangkan dari Jember.

Menurut Djoko, bibit kopi arabica dari wilayah tapal kuda tersebut bisa panen setelah berusia dua tahun. Selain itu, BI juga memberikan bantuan alat pengolahan kopi kepada kelompok petani kopi. Diharapkan kelompok ini bisa berkembang, dan menular ke kelompok-kelompok lainnya. Untuk itu, BI juga menggagas kerja sama dengan Perhutani.

“Perhutani menyatakan juga siap jika lahannya ditanami kopi. Mereka justru senang apalagi tanaman kopi ini kan tumbuh di bawah tegakkan, jadi tidak sampai mengganggu tanaman utama,” kata Djoko.

Dikonfirmasi, Bupati Tulungagung menyambut positif apa yang dilakukan BI tersebut. Menurutnya, selama ini potensi kopi di Sendang belum digarap maksimal. Bahkan areal bekas perkebunan Belanda sudah dibabat, dan dijadikan Agropolitan, untuk tanaman sayur dan buah jangka pendek seperti pisang.

“Kopi ini tanaman investasi untuk jangka panjang,” katanya.

Terkait peralihan pola tanaman, menurut Syahri memang seharusnya ada proses pendampingan agar masyarakat yang menanam kopi, namun ada penghasilan sebelum kopinya panen. Dari sisi keamanan lingkungan kopi juga lebih dianjutkan dibanding sayur dan buah.

“Lahannya di lereng, kalau sayur dan buah resiko longsornya tinggi. Tapi kalau tanaman kopi, dia lebih bisa menahan tanah dari erosi,” katanya.

Sumber : wartaekonomi.co.id

Tanggal : 26 Agustus 2017