Bisnis olahan dari getah pinus narnpaknya makin menggiurkan. Tingginya permintaan dunia membuat harga olahannya seperti gondorukem (Resina colophonium) melambung. Harga gondorukem di pasar dunia kini mencapai US$ 2.900 per ton. Padahal, pertengahan tahun lalu harga gondorukem itu masih bertengger di harga US$ 1.300 per ton.
Direktur Pemasaran dan Industri Perum Perhutani Ahmad Fachrodji mengatakan, naiknya harga gondorukem itu karena tingginya permintaan dari kalangan industri. Maklum, getah pinus menjadi bahan baku dari banyak industri seperti kertas, plastik, cat, batik, sabun, tinta cetak, dan juga politur. Bahkan, komoditas yang hasil getah sadapan pohon pinus itu digunakan untuk kebutuhan farmasi dan kosmetika.
Dampak dari kenaikan harga gondorukem itu juga berdampak terhadap kenaikan produk turunan getah pinus lainnya. Salah satunya itu adalah minyak terpentin. Minyak hasil sulingan getah pinus itu naik dengan harga yang fastanstis. “Harga terpentin di pasar intemasional sekarang mencapai US$ 3.500 per ton, padahal akhir tahun lalu harganya sekitar US$ 1.800 per ton,” Ahmad kepada KONTAN, Selasa (21/12).
Catatan saja, 80% dari produksi Perhutani diolah menjadi gondorukem dan juga minyak terpentin untuk diekspor ke berbagai negara. Negara yang yang menjadi langganan produk turunan getah pinus itu adalah Eropa, India, Korea Selatan, Jepang dan juga Amerika Serikat. Agar pasar makin gemuk, Perhutani bertekad menggenjot produksinya.
Ahmad bilang, tahun ini Perhutani menargetkan produksi getah pinusnya sebanyak 90.000 ton atau naik 8,06% ketimbang tahun sebelumnya sebesar 83.280 ton.
Kenaikan harga gondorukern itu jelas rnenambah pundi-pundi Perhutani. Pendapatan dari penjualan kornoditas itu diperkirakan naik rnenjadi sekitar Rp 778,7 miliar atau naik 30% dibandingkan dengan pendapatan Perhutani tahun lalu sebesar Rp 599 miliar, “Tingginya harga gondorukern bisa rnengerek pendapatan hingga 30% tahun ini,” ungkap Ahmad optimis.
Manusia rnemang bisa bikin rencana, tetapi alam juga yang rnenentukan. Tahun ini produksi Perhutani meleset dari target yang didampakan sebesar 90.000 ton. Target sulit dicapai karena curah hujan tinggi mengguyur lokasi perkebunan. “Produksi sekarang hanya tercapai 95% dari target,” ungkap Ahmad.
Hujan masih ancaman
Dari seluruh realisasi produksi getah pinus Perhutani tahun 2010, sebanyak 55.000 – 60.000 ton diolah menjadi gondorukem. Sisanya sebanyak 14.000 ton dijadikan minyak terpentin. Karena harga makin menggiurkan, tahun depan Perhutani bermaksud menambah lagi kapasitas produksi getah pinusnya.
Berbagai usaha dilakukan Perhutani, diantaranya adalah memperpanjang usia tebang pohon pinus dari 35 tahun menjadi 50 tahun. Perpanjangan usia diharapkan menambah waktu penyadapan, sebelum pohon pinus itu ditebang dan dijual.
Perpanjangan usia pohon pinus itu diharapkan bisa meningkatkan produksi getah pinus di tahun 2011 nanti. Di atas kertas, Perhutani mematok target kenaikan produksi sebesar 10% menjadi 99.000 ton. “Kami hanya berani menaikkan target 10% karena berdasarkan ramalan BMKG curah hujan tahun depan masih tinggi,” jelasnya.
Penurunan produksi getah pinus tidak hanya dialami Perhutani. Pengusaha swasta, seperti PT Adimitra Pinus Utama, juga mengalami nasib serupa. Alasannya pun sama, terkendala cuaca. Perusahaan ini beroperasi di Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
Rudy Susanto, Direktur Utama Adimitra Pinus Utama menyatakan, hasil sadapan getah dari pohon pinus itu turun dari 30 ton menjadi 25 ton per bulan. “Hujan hampir turun setiap hari sehingga tenaga penyadap kami tidak bisa bekerja baik,” ungkap Rudy seperti yang dikutip oleh Tribun News.
Nama Media : KONTAN
Tanggal : Kamis, 23 Desember 2010 hal 15
Penulis : Herlina Kartika Dewi