Mulai bulan ini, Kementerian BUMN akan meningkatkan produksi pangan bekerja sama dengan para petani yang tersebar di seluruh lndonesia. Untuk keperluan tersebut, seluruh BUMN akan mengucurkan dana sekitar Rp 1,8 triliun yang berasal dari program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), kredit komersial, dan melalui KPPE.
“Tahun ini , dana yang akan diku curkan untuk program ketahanan pangan sekitar Rp 1,8 triliun. Sebagian besar yakni Rp 1,1 triliun akan diperoleh dari dana Program Kernitraan dan Bina Lingkungan, tetapi itu masih fleksibel,” ujar Deputi Bidang Industri Primer Kementerian BUMN, Megananda Daryanto di Kementerian BUMN, Selasa (7/6).
Megananda menjelaskan, saat ini BUMN sudah menyiapkan lahan seluas 509.249 hektare (ha) dari target seluas 569.249 ha. Lahan tersebut disiapkan oleh empat BUMN yakni PI’ Pertani, PI’ Sang Hyang Seri, PI’ Pupuk Sriwijaya, dan Perum Perhutani. Dengan rincian, PI’ Pertani seluas 200 ribu ha, PI’ Sang Hyang Seri seluas 219.249 ha, PT Pupuk Sriwijaya seluas 100 ribu ha yang baru terealisasi sebanyak 68 ribu ha, sedangkan sisanya seluas 32 ribu ha ditargetkan selesai pada 14 Iuni 2011.
Menurut Megananda, pola yang akan dipergunakan oleh Kementerian BUMN dalam program gerakan peningkatan produksi pangan ber basis korporasi (GP3K) ini adalah BUMN pangan yang akan mengelola program tersebut, kemudian memberikan modal kepada para petani, dan dibayarkan setelah panen selesai.
Selain memberikan modal seperti benih, pupuk, pengairan, dan pestisida, BUMN juga akan memberikan pendampingan kepada para petani agar bisa meningkatkan produksi pangan. Kementerian BUMN sebagai pengelola dana bina lingkungan peduli pun nantinya juga memberikan jaminan gagal panen (force major) kepada para petani.
“Jadi para petani yang saat ini sawahnya hanya menghasilkan 3 4 juta ton per hektare, kami ajak un tuk meningkatkan produksi menjadi sekitar 7 juta ton. Kami bantu pembenihannya, pupuk, pestisida, dan pengairannya. Nantinya dibayarkan setelah panen,” jelas Megananda.
Megananda menjelaskan, biaya yang dibutuhkan peningkatan produksi untuk lahan sawah yakni sekitar Rp 3,38 juta/ha. Sedangkan untuk lahan usaha kering/tumpang sari sebesar Rp 1,79 juta/ha.
Nantinya, menurut Megananda, jika kualitas beras memenuhi spesifikasi premium, Bulog akan membelinya dengan mekanisme komersial di petani (sawah) dengan pernbagian margin 7%, untuk pengelola dan 30% untuk Bulog. “Tetapi apa bila kualitas beras memenuhi spesifikasi beras medium, maka Bulog akan membeli dengan  mekanisme PSO kepada petani, ” ungkap dia.
roundbreaking pertama akan dilakukan di Malang pada akhir Iuni yang akan dilakukan oleh SHS, Pertani, Perhutani, Perum Jasa Tirta I, dan BUMN Gula berupa penanaman, peresmian SHS Shop, penangkaran benih, kerja sarna petani, dan resi gudang.
Kemudian disusul oleh Kabupaten Pidi Jaya di Aceh pada akhir Juli oleh Pertani, SHS, dan Pusri. Pada Oktober di Sulawesi Selatan oleh Pertani dan SHS, serta di Purwakarta dan Indramayu pada November oleh SHS, Pertani, Pusri, Perhutani, Perum Jasa Tirta I, dan BUMN Gula.

Stok Beras Aman

Sementara itu, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) menyatakan, stok beras di seluruh gudang telah mencapai 1,7 juta ton. Dengan demikian, Bulog pun memastikan pasokan beras selama enam bulan akan relatif aman.
Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, meskipun saat ini telah terjadi kenaikan harga beras, Perum Bulog belum akan menggelar operasi pasar. Pasalnya, kenaikan harga yang terjadi masih tergolong wajar.
“Kalaupun mengalami kenaikan pada Juni hingga Agustus, itu masih dalam batasan yang wajar. Kami di Bulog masih memiliki cadangan beras sebesar 1,7 juta ton dan cukup untuk enam bulan ke depan,” ujar Sutarto di Jakarta, Senin (6/6).
Sutarto menjelaskan, berdasarkan siklus tahunan, pada Mei hingga Agustus, pasokan beras relatif aman bahkan cenderung berlebih. Pasalnya, periode tersebut merupakan musim panen, sedangkan  mulai Agustus hingga April tahun berikutnya, pasokan akan cenderung berkurang.
Sedangkan untuk kenaikan harga beras yang disebabkan oleh adanya gangguan pada pasokan beras, Sutarto menjelaskan, Bulog tidak bisa berbuat maksimal untuk mengendalikannya. “Yang menyebabkan kenaikan harga beras adalah heras di luar Bulog, karena jumlahnya mencapai 90% dati total kebutuhan masyarakat,” jelas dia.
Sutarto menjelaskan, terdapat be berapa indikator guna menentukan tingkat pasokan beras, diantaranya luas tanaman padi, gangguan hama, ketersediaan pupuk, dan penyerapan bibit unggul tingkat pasokan beras, menurut Sutarto, juga akan berpengaruh terhadap harga beras.
Nama Media : INVESTOR DAILY
Tanggal       : Rabu, 8 Juni 2011/h. 26
Penulis        : Efendi
TONE           : NETRAL