Di sudut kota panas utara Jawa, Cicih kecil sering melihat ibunya mengerjakan pesanan batik dari pembeli di wilayahnya, Cicih Darminingsih, demikian nama lengkapnya, adalah pewaris kerajinan batik tulis dari Kota Bawang-Brebes, Jawa Tengah.
Usaha batik tulis, turun temurun milik keluarga cicih memang terus bisa bertahan karena tiap orang dalam keluarganya mempunyai kemampuan membatik, Hingga Cicih dewasa dan memiliki suami, warisan batik keluarga ini masih berlanjut.
Tahun 2000 merupakan awal kelanjutan usaha batik Cicih. Bermodalkan uang pribadi sebesar lima juta rupiah, Cicih memulai usaha dengan bahan baku seadanya. Wilayah pemasaran batiknya pun masih terbatas. Kegigihannya dalam melanjutkan usaha bati warisan keluarga memang berbuah manis. Lokasi usaha batiknya yang berada di sekitar hutan Salem mengundang ketertarikan Perhutani.
Tepatnya pada pertengahan tahun 2000, Ciich menjadi anggota LMDH Bentar Lestari. Dari diskusi ala kampung yang sering dilakukan, akhirnya petugas Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah dan Perhutani Pekalongan Barat menawarkan Cicih untuk menggunakan pinjaman.
Usaha batiknya juga mulai dikenal berkat kegiatan dan pameran lokal yang diadakan Perhutani, di Kota Brebes dan sekitarnya. Dan tepatnya tahun 2012, Cicih pun mendapatkan pinjaman lunak dari Program PKBL Perhutani, karena pemangku hutan ini melihat keseriusan Cicih, dan produk batiknya yang laku di pasaran terutama di wilayah Perhutani Pekalongan Barat.
Dana pinjaman lunak dari PKBL diberikan dengan jangka waktu penngembalian selama tiga tahun. Persyaratan yang cukup mudah dan bungb arendah, membuat Cicih tertarik untuk mengambil pinjaman tersebut. Dengan nilai pinjaman sebesar 25 juta ruriah, Cicih sekarang sudah mampu memproduksi batik dalam jumlah besar. Bahan bakunya yang semula hanya didapat di daerah terdekat, sekarang sudah mencapai kota Pekalongan yang memang terkenal dengan pusat kota batik Nusantara.
Harga batik tulis yang diproduksi cicih pun semakin bervariasi, dari yang termurah 10 ribu rupiah hingga 250 ribu rupiah. Selain dipasarkan di kota-kota seperti Brebes, Semarang, Jakarta, wilayah pemasaran batiknya pun meluas hingga ke Palembang.
Karena semakin dikenal, batik Cicih sering diajak mengikuti pameran Inacraft di Malaysia, dan akhirnya permintaan pesanan pun berdatangan dari Malaysia bahkan Amerika Serikat.
Jika dahulu, pendapatan Cicih per bulannya berkisar 20 juta rupiah dengan jumlah tenaga kerja hanya dari lingkungan keluarga. Setelah mendapat dana pinjaman lunak Perhutani, omset penjualan batik tulis Cicih meningkat dua kali lipatnya yaitu mencapai 40 juta rupiah perbulan. Demikian pula dengan tenaga kerjanya yang bertambah mencapai 25 orang dan tidak hanya berasal dari keluarga, tetapi penduduk sekitar rumahnya.
Meningkatnya omset penjualan Cicih ini berdampak semakin gencarnya perbankan, menawarkan berbagai bentuk dana pinjaman, dari yang bersuku bunga rendah hingga tinggi. Akan tetapi Cicih mengaku belum terbiasa dengan proses panjang yang berbelit-belit dari perbankan dan hanya tertarik dengan pinjaman lunak dari PKBL.
Cicih selama ini hanya mengidamkan pinjaman lunak PKBL, seperti milik Perhutani karena pinjamnya mudah, jangka waktu pengembalian pinjaman lumayan panjang, persyaratannya tidak rumit, dan yang lebih penting hatinya tidak ‘cenat-cenut’ dikejar penagih utang.
Saat ini, motivasi Cicih sebagai pengrajin batik tulis hanya ingin membuka cabang toko batik miliknya sendiri di berbagai daerah, selalu memperbarui motif batiknya setiap tiga bulan sekali, dan ingin segera memasarkan produknya sendiri ke luar negeri.
Cicih pun berterima kasih kepada Perhutani berkat pinjaman lunaknya, dan berharap Perhutani ke depan lebih meningkatkan lagi penyuluhan tentang kawasan hutan agar semakin berkurang kerusakan yang dapat menimbulkan berbagai bencana alam. Selain itu Perhutani juga semakin banyak memberi dana pinjaman lunak PKBL ke mitra binaanm, sehingga semakin banyak lapangan pekerjaan yang terbuka bagi masyarakat dan meningkatkan daya kreatifitas, serta inovasi masyarakat.