NGANJUK, PERHUTANI (29/04/2019) | Porang yang menjadi tanaman primadona bagi masyarakat sekitar hutan kini mendapat perhatian dari Sekretariat Jenderal (Setjend) Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas). Hal tersebut terlihat saat Setjend Wantannas menurunkan tim kegiatan kajian (kajida) daerah di Provinsi Jawa Timur, salah satu daerah yang dikunjungi adalah lokasi tanaman porang dihutan wilayah Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk di Desa Bendoasri, Senin (29/4).

Rombongan tim tersebut dipimpin oleh Brigadir Jendral (Brigjen) TNI Syahrial Siregar dengan anggotanya yaitu Kolonel (Inf) Frans Thomas, Agung Subisworo, Budiono Sukardi, Wai Hang, Gama, William dan empat orang tim ahli tanaman porang. Menurut Syahrial tim tersebut ditugaskan untuk melaksanakan kajian, sehingga dia perlu mencari  informasi secara riil data-data terkait ketahanan pangan khususnya tanaman porang untuk pemberdayaan masyarakat di daerah sasaran secara  detil  sebagai bahan masukan dan saran untuk laporan.

Tiba dilokasi tanaman porang yang tepatnya pada petak 95 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jeruk, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan ( BKPH) Tritik, tim Kajida Wantannas diterima oleh Administratur Perhutani KPH Nganjuk yang diwakili oleh Pujo Riyanto selaku Wakil Administratur dam turut hadir Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Rejoso Kabupaten Nganjuk, Kepala Desa Bendoasri  Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Arto Moro anggotanya.

Dalam kesempatan diskusi tersebut Pujo Riyanto menyampaikan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi kegiatan tersebut dan siap membantu memberikan informasi seluas-luasnya tentang tanaman porang yang ada di wilayah kerja Perhutani KPH Nganjuk. “Porang ini sekarang banyak diburu oleh para investor baik dalam negeri maupun luar negeri, bahkan permintaan pasar yang begitu besar, tidak bisa diimbangi dengan hasil produksi”, katanya.

“Peluang pasar porang ini masih sangat luas, karena permintaan yang besar tidak bisa diimbangi dengan produksinya sehingga porang menjadi barang yang langka”, ujar Pujo. Dia juga menjelaskan hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, diantaranya belum populernya tanaman porang di masyarakat, sosialisasi dari pemerintah yang masih belum ditangani secara serius oleh pemerintah.

Dalam diskusi dengan Wantannas masyarakat desa Bendoasri mengeluhkan beberapa permasalahan yaitu berkurangnya bibit tanaman porang untuk dikembangkan, serangan penyakit tanaman porang dan berkurangnya minat petani hutan untuk menanam porang karena biayanya cukup tinggi. “Hal tersebut kalau tidak segera dicarikan solusi penanganannya, maka tanaman porang di Kabupaten Nganjuk akan menjadi tinggal kenangan saja”, ungkap Rianto selaku Ketua LMDH Arto Moro.

Dalam  kesempatan yang sama Syahrial menyampaikan dengan melalui Wantannas  permasalahan-permasalahan yang ada dapat dicarikan solusinya supaya tanaman porang dapat bergairah kembali, karena sudah terbukti tanaman porang bisa meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat ditepian hutan.

“Apabila  pemerintah lebih serius untuk mengembangkan tanaman porang, peluang sangat terbuka karena lahan-lahan hutan yang cocok masih sangat luas”, katanya. “Disamping lahan hutan, lahan-lahan perkebunan dan hutan rakyat juga potensial untuk lokasi pengembangan tanaman porang”, imbuhnya.

Dia menambahkan kondisi tanaman porang yang di budidayakan saat ini sudah mulai terjadi pergeseran dari tradisional menjadi profesional. Petani sudah mulai berfikir tentang analisa usaha taninya. “Ciri-ciri petani modern salah satunya yang dapat mempertimbangkan untung dan rugi, yaitu anatara biaya yang dikeluarkan dan hasil yang diperolehnya”, pungkasnya. (Kom-PHT/Ngj/Srl)

 
Editor : Ywn
Copyright©2019