Konsistensi menekuni usaha adalah sukses itu sendiri. Mengenal Taat dari Cibiyuk, Kecamatan Ampir Gading, Pemalang, Jawa Tengah, ibarat membaca novel setengah babak tentang sukses usaha di pedesaan jawa.
Tidak butuh wacana, tidak perlu teori. Dari sekadar hobi, lelaki kelahiran 29 Maret 1952 itu nekad beternak ayam buras tahun 1990. Kegigihannya bersama warga desa mendapatkan penghargaan Pemerintah sebagai Juara 3 Nasional Ternak Ayam Buras. Pemda setempat bahkan membangun patung ayam di desa cibiyuk sebagai apresiasi dan penanda Sentra Peternakan Unggas.
Predikat juara bukan jaminan usaha berkembang. Modal tetap dibutuhkan. Di tengah kebuntuan, sahabatnya memberi info soal program pinjaman lunak BUMN.
Seperti mendapat bintang jatuh. Tangan Taat mulai menggoreskan pena menuliskan proposal sederhana. Pinjaman 5 juta rupiah pun mengucur dari Perhutani Pemalang tahun 1996 (USKOP cikal bakal PKBL:red). Nilai pinjaman itu baginya sangat luar biasa besar (kurs satu dolar 2.000 rupiah waktu itu).
Setahun kemudian pinjaman kedua 10 juta rupiah diberikan lagi oleh Perhutani Pemalang karena usaha ternak ayam burasnya sukses. Pelatihan demi pelatihan usaha produktif bersama mitra binaan Perhutani lain pernah dia ikuti di Ciawi, Ungaran, Suropadan, Magelang. Pengetahuannya berkembang dengan baik.
Naskah cerita tidak selalu manis. Krisis moneter tahun 2000 tidak peduli siapa pun dan apa pun. Dampaknya pada harga pakan yang tidak berimbang dengan harga jual telur ayam.
Bayangkan, sebelum krisis harga bekatul 600 rupiah per-kg, teur ayam 600 rupiah per butir tiba-tiba melangit sampai 1.250 rupiah perbutir dan bekatur menjadi 3.000 rupiah per-kg. Tentu saja usaha ternak ayam siapapun ambruk, hancur. Empat tahun usaha ternaknya mati suri.
Entah motivasi dari langit mana, ia ingin bangkit dari usaha yang mati suri. Kandang yang berdebu dan penuh sarang laba- laba dibangun kembali tahun 2004. Pilihannya jatuh pada ternak burung puyuh, bukan ungags lain. Tidak hanya menjual telur tapi pembibitan burung puyuh sekaligus.
Telur burung puyuh adalah umber gizi tinggi bahkan empat kali lebih tinggi daripada telur ayam biasa. Bentuknya mungil, lucu dan sangat diminati para ibu untuk menambah nutrisi putra-putrinya. Mengandung protein, vitamin A, B1, B2, zat besi dan potassium lima kali lipat telur ayam dan hebatnya telur puyuh tidak mengandung kolestrol jahat/ LDL. Beda dengan telur ayam biasa, telur puyuh tidak menimbulkan alergi. Membiasakan diri konsumsi telur puyuh baik untuk menjaga kesehatankhususnya stamina tubuh akan selalu terjaga dan fit sepanjang hari. Inilah mengapa Taat memilih puyuh.
Kegigihan usahanya menuai sukses. Terpilih sebagai “Petani Berprestasi Nasional” dan mendapat hadiah Rp 20 juta dari Kementerian Pertanian RI tahun 2007 adalah kebahagiaan yang tak pernah diidamkan.
Jalan desa ke kandang puyuh pun ia perbaiki dengan uang hadiah. Warga Cibiyuk tentu saja mendapat manfaat dengan jalan aspal yang dibuatnya karena jalan desa sebelumnya rusak dan becek.
Kelancaran akses itulah salah satu hal yang memudahkan pemasaran. Kemasan kardus karton berisi 750 butir telur puyuh dibandrol dengan harga Rp 195 ribu rupiah.
Pembeli dari luar daerah datang mengambil pesanan. Telur puyuh taat benar-benar merajai pasar Pemalang, pekalongan, Cirebon, Tegal, Bumijaya dan Semarang. Bahkan permintaan dari Jakart belum mampu dipenuhi. Sayang memang, tapi mau apa lagi, rejeki sudah diatur sang Pencipta, itu kata Taat.
Setiap bulan usaha ini menghasilkan pendapatan bersih rata-rata Rp 10 juta. Dari telur puyuh Rp 4 juta rupiah dan dari bibitan burung puyuh Rp 6 juta rupiah. Pengelolaan kandang dibantu oleh 5 orang pekerja dengan upah minimal 900 ribu rupiah perbulan. Belum termasuk lembur dan bonus-bonus yang diberikan.
Meskipun dilakukan secara konvensional, usaha mengantisipasi risiko sudah dilakukan. Misalnya, di kandang tidak boleh ada gejala burung sakit. Bila puyuh mulai tidak produktif, segera dijual dan diganti dengan yang produktif. Bahkan larangan bagi siapapun memasuki kandang bila tidak berkepentingan. Kandang secara rutin dibersihkan sendiri bersama Darni, istrinya. PKBL telah memberikan nafas bagi masyarakat kecil. Bagi Taat bukan besar atau kecilnya nilai pinjaman yang menjadikan usaha sukses. Jaminan mendapat pengetahuan, keterampilan dan memperluas pemasaran melalui perkawanan adalah jauh lebih penting. “dari dulu sampai sekarang saya hanya dibantu PKBL. Alhamdulillah dapat PKBL lagi tahun 2011 untuk nambah modal,” demikian Taat menutup perbincangan di pintu kandang puyuh tanpa peluh.
Sumber : Majalah PKBL Action BUMN No. 20 Th. II Mei 2014