TEMPO.CO (02/12/2024) | Bunga Rafflesia berasal dari spesies yang langka. Ekspedisi Sisik Naga mengungkap keanekaragaman hayati yang tinggi di hutan Purbalingga.

Satu jenis bunga dari Keluarga Rafflesia ditemukan hidup di tengah hutan di Purbalingga, Jawa Tengah. Selama ini keluarga bunga raksasa yang tumbuh tanpa batang, akar, dan daun itu dikenal banyak hidup di Sumatera. Di hutan Purbalingga, spesies yang teridentifikasi sebagai Rhizantes zippeli tersebut tumbuh sebagai parasit di akar tanaman Tertrastigma.

“Menurut kami penemuan ini cukup menarik, sebab jarang ada yang teridentifikasi di Pulau Jawa, namun ternyata ada di hutan Purbalingga,” kata Gunanto Eko Saputro, Ketua Ekspedisi Sisik Naga dalam paparan hasil penelitian lapang di Bioskop Misbar Purbalingga, Minggu, 1 Desember 2024, dikutip dari keterangan tertulis.

Ekspedisi Sisik Naga mengambil nama dari kawasan hutan yang membentang di utara Purbalingga dari Kecamatan Rembang, Karangmoncol, Karanganyar, Karangjambu sampai Karangreja yang berbatasan dengan Banjarnegara, Pekalongan, dan Pemalang. Topografinya berbukit-bukit dan jika dilihat melalui plaform Google Earth tampak seperti sisik-sisik naga.

Namun, wilayah yang dalam peta disebut dengan Zona Serayu Utara dan saat ini di bawah pengelolaan Perum Perhutani, KPH Banyumas Timur, itu tengah terancam kelestariannya. Gunanto menunjuk adanya perburuan dan penebangan liar, serta fragmentasi habitat dan perambahan hutan yang sudah masuk kawasan hutan lindung.

“Perbukitan Sisik Naga merupakan benteng terakhir hutan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi di Purbalingga, dan kami ingin melibatkan masyarakat dalam upaya menjaga dan melestarikannya,” kata Gunanto menjelaskan latar belakang ekspedisi.

Atas temuan bunga Rafflesia itu, Gunanto menyatakan sudah langsung melaporkannya dan menjalin koordinasi dengan peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Disampaikannya, Rhizantes zippeli termasuk tumbuhan langka dan dilindungi yang masuk Apendiks I CITES. Artinya, dilarang diperdagangkan dalam segala bentuk perdagangan internasional. “Semoga dalam waktu dekat ini bisa ada tindak lanjut dengan penelitan yang lebih komprehensif,” ujarnya.

Bukan hanya Rhizantes, sebanyak setidaknya 74 spesies flora, mulai dari tumbuhan bawah, semak, perdu, liana, sampai pohon didata dalam ekspedisi 25-28 Oktober 2024, yang disusul dengan penelitian lanjutan pada 16 dan 30 November 2024, tersebut. Gunanto dkk tergabung dalam lintas komunitas pecinta alam Purbalingga yang didukung oleh peneliti dari Bio-Explorer, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Dalam ekspedisi ini mereka disokong Yayasan Astra Honda Motor.

Ika Bhineka Lestari dari Bio-Explorer menerangkan, pendataan vegetasi dilakukan dengan metode line transek di mana tumbuhan di data komposisi semai, tiang, pancang dan pohon. “Kemudian kami analisis dengan menghitung indeks keragaman, kemerataan, kekayaan jenisnya serta indeks nilai pentingnya,” ujar Ika.

Sedangkan untuk fauna telah teridentifikasi 64 jenis burung, 13 jenis mamalia, 15 jenis odonata (capung), 9 jenis anura (katak), 5 jenis squamata. Di antaranya diketahui sebagai spesies-spesies yang sudah masuk kriteria terancam punah, seperti Elang Jawa (Nizaetus bartelsii), Julang Emas (Rhyticeros undulatus), Pelatuk Kelabu Besar (Mulleripicus pulverulentus), dan Sikatan Cacing (Cyornis Banyumas).

“Dari 64 spesies, ada 7 jenis burung yang masuk kategori Status IUCN, yaitu Vulnerable (rentan), Endangered Species (genting), atau bahkan Critically Endangered (kritis),” kata Hijrah Utama, anggota tim ekspedisi yang berasal dari penyuluh kehutanan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

Temuan di sektor mamalia seperti owa jawa (Hylobates moloch), lutung (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), rekrekan (Presbytis fredericae), macan tutul (Panthera pardus melas), serta trengiling (Manis javanica). Selain itu, temuan capung (odonata), katak (anura), dan reptilia.

“Ini membuktikan kekayaan dan keragaman flora dan fauna di Kawasan Perbukitan Sisik Naga yang kondisi alamnya masih relatif cukup terjaga,” kata Hijrah menambahkan.

Sumber : tempo.co