Sebagai satu di antara tiga produsen utama gondorukem dunia, Indonesia memiliki potensi ikut menentukan bisnis komoditas ini di pasar dunia. Apalagi gondorukem tergolong produk bahan yang sangat diperlukan sebagai bahan baku banyak industri di belahan dunia.
Kendati tak sebesar di Jawa Tengah, pinus dan produksi gondorukem di Jawa Barat berpotensi menghasilkan bisnis yang menjanjikan. Pengelola dapat meningkatkan kemampuan bisnis, sedangkan bagi masyarakat, lapangan kerja di daerah sekitar menjadi lebih terbuka.
Produksi gondorukem di Jawa Barat secara umum diusahakan pada hutan produksi, misalnya di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut. Pemanfaatannya bukan hanya getah pinus sebagai bahan baku gondorukem, tetapi juga dapat diolah sebagai kayu gondorukem.
Namun kegairahan pun muncul untuk pengusahaan pohon pinus oleh masyarakat, di antaranya pada kawasan Bandung Utara, Sejak dua tahun terakhir, sejumlah kawasan lahan milik masyarakat setempat banyak ditanami pohon pinus.
Hanya, pengusahaan pohon-pohon pinus ini belum dilakukan hingga populasinya mencapai ratusan pohon per hektare. Jumlahnya masih 100-200 pohon per hektare dan lebih banyak digunakan sebagai pengamanan lahan-lahan dalam posisi curam. Dengan demikian, diharapkan akan mendatangkan keuntungan secara ekonomi maupun perlindungan lahan.
Pemilik lahan di sekitar Gunung Kasur, Kecamatan Ujungberung, Kabupaten Bandung, Garnadi (41), mengatakan, pengusahaan pohon pohon pinus oleh masyarakat dilakukan dengan melihat peluang diubahnya peraturan tebang pohon pinus oleh Perum Perhutani. Secara teori, bisnis kayu pohon pinus akan memberi peluang kepada masyarakat, di samping juga menjual getahnya.
Walaupun umur pohon pinus memang tergolong lama, pengusahannya cenderung lebih kepada bekal di hari tua atau diwariskan kepada keturunan. Jadi, manfaatnya tidak diambil dalam jangka pendek, karena secara teori baru dapat ditebang pada umur 25 tahun begitu pula sadapan pada umur 10 tahun,” ujarnya.
Sementara itu, dalam bisnis gondorukem di Jawa Barat terdapat dua tantangan yang sama-sama diatasi, Hal ini berkaitan dengan posisi Jawa Barat yang memang terus diperhatikan untuk pemulihan lingkungan. Apalagi pemerintah menetapkan bahwa 80 persen kawasan hutan negara diharuskan sebagai kawasan lindung, konservasi, dan taman nasional.
Oleh karena itu, dalam pengembangan bisnis gondorukem dari produk kayunya, diarahkan untuk menekan jumlah penebangan dari hutan produksi pinus. Produksinya kini diarahkan kepada produk olahan bernilai tambah, sehingga dapat diseimbangkan dengan berkurangnya tebangan tetapi nilai jual meningkat.
Gambaran ini dilontarkan Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto, yang mengatakan bahwa Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan wilayah potensial untuk pengembangan bisnis gondorukem. Bahkan sudah direncanakan di Sindangwangi, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Pemalang.
Disebutkan, dalam mendongkrak industri non kayu, produk produk pengembangan berbahan baku akan diproduksi dan dijual dalam bentuk jadi. Pangsa utama memang masih ekspor, tetapi sudah dalam bentuk kosmetik, cat, farmasi, dll, di samping mencoba lebih memperkenalkan produk-produk turunannya.
Disebutkan, sekitar 80 persen total produksi gondorukem dan minyak terpentin di Indonesia diekspor ke Eropa, India, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika. Melihat peluang bisnis menggiurkan ini, gondorukem memang tengah digenjot produksi dan pemasarannya.
Khusus untuk tahun 2011, Bambang menilai, produksi gondorukem dan olahannya dapat mengalami peningkatan. Musim kemarau yang masih berlangsung hingga kini, mampu meningkatkan produksi getah sehingga kapasitasnya pun bertambah.
Kendati produksi digenjot, Perhutani melakukan pengaturan baru penebangan pohon pinus. Kali ini, penebangan pohon pinus banya diperbolehkan saat pohon tersebut melebihi umur 50 tahun, dibandingkan dengan sebelumnya yang sudah bisa ditebang pada usia 35 tahun.
Pada sisi lain, katanya, pengusahaan populasi pobon pinus dalam jumlah per hektare tengah diupayakan untuk ditambah. Jika selama ini umumnya hanya sekitar 350 pohon, melalui sistem penanaman baru jarak pohon didekatkan sehingga dapat diisi sekitar 900 pohon.
Untuk tahun 2011, menurut Bambang, produksi gondorukem ditargetkan sekitar 65.000 ton dan produksi terpentin sekitar 15.000 ton. Target ini naik dibandingkan dengan tahun 2010 lalu, produksi gondorukem Perhutani hanya sebesar 55.000 ton dan produksi terpentin 11.700 ton.
Sementara itu, Kepala Unit III Perum Perhutani, Bambang Setiabudi memperkirakan, permintaan gondorukem dunia akan naik sampai dengan 1 juta ton/tahun, sedangkan pasokan produksi sering kali terbagi antara Cina, Brasil, dan Indonesia. Melihat perkembangan, pesanan akhir tahun akan bergeser ke Indonesia, apalagi Cina biasanya berhenti berproduksi saat memasuki musim dingin akhir tahun.
Disebutkan, harga olahan getah pinus yaitu gondorukem dan terpentin sedang terus naik. Harga gondorukem di pasar intemasional kini mencapai 3.000 dolar AS/ton, sedangkan setahun lalu masih berkisar 1.200 dolar AS/ton.
“Yang jelas, pengembangan bisnis gondorukem di Jawa Barat tetap sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan. PopuIasi tanaman terus ditambah sebagai pelestarian lingkungan dan umur tebangan pun lebih lama, sementara itu manfaat dari getahnya akan diperoleh sehari-hari,” katanya.
Nama Media : PIKIRAN RAKYAT
Tanggal : Kamis, 6 Oktober 2011/h. 25
Penulis : Kodar
TONE : POSITIVE