JAWAPOS.COM (19/09/2024) | Pembukaan lahan hutan di wilayah Bojonegoro untuk dijadikan ladang tebu melalui program Agroforestry Tebu Mandiri (ATM) yang digagas Perhutani menjadi sorotan berbagai pihak.
Langkah ini dianggap strategis dalam pemanfaatan lahan hutan secara produktif. Tetapi, juga memunculkan kekhawatiran mengenai dampak lingkungan. Di satu sisi, para petani tebu menyambut baik kebijakan ini.
Sementara, warga sekitar mengeluhkan perubahan drastis yang terjadi di lingkungan mereka. Bahkan, mulai merasakan dampak negatif dari pembukaan lahan ini. Sumiati salah satu warga yang sering lewat di kawasan hutan mengaku. bahwa suasana jalan di kawasan Kayangan Api turut Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro kini berubah drastis.
’’Dulu, jalan hutan di sini sangat asri, teduh, dan sejuk karena banyak pohon besar yang menaungi. Tapi, setelah lahan dibuka untuk tebu, sekarang jalanan jadi panas sekali. Pohon-pohon yang dulu membuat sejuk sekarang ditebang dan diganti dengan tanaman tebu,” keluh Sumiati.
Terpisah, Wakil Kepala Administratur/Kepala Sub-Kesatuan Pemangkuan Hutan (KSKPH) Bojonegoro Barat Kiswanto menegaskan, bahwa pembukaan lahan tebu dilakukan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.
’’Pembukaan lahan tetap mempertimbangkan keseimbangan lingkungan. Sesuai dengan RPKH, sebagian besar kawasan hutan tetap dipertahankan untuk menjaga keseimbangan ekosistem,” jelasnya.
’’Kami berupaya untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kelestarian lingkungan. Perhutani tidak hanya fokus pada hasil ekonomis. Tetapi, juga melibatkan masyarakat sekitar dalam menjaga keberlanjutan hutan,” tambahnya.
Meskipun program ini memberikan manfaat ekonomi yang jelas bagi petani, tantangan dalam menjaga keseimbangan antara produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan menjadi isu penting yang perlu mendapat perhatian lebih.
Dialog terbuka antara Perhutani dan masyarakat sekitar diharapkan bisa menghasilkan solusi yang lebih baik. Sehingga, manfaat ekonomi tidak harus mengorbankan lingkungan. Perhutani juga diharapkan dapat terus mengevaluasi program ini dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, terutama warga yang langsung merasakan dampak dari pembukaan lahan hutan.
Selain itu, pembukaan lahan tebu ini dilakukan sebagai bagian dari upaya diversifikasi usaha Perhutani. Kondisi di mana penebangan liar mengurangi hasil panen kayu, Kementerian Kehutanan memberikan izin kepada Perhutani untuk menjalankan usaha non-pokok. Salah satunya, adalah penanaman tebu di beberapa kawasan hutan.
’’Kami diberi mandat untuk mengembangkan usaha non-kayu seperti tebu melalui program ATM Tebu. Dari luas 100 hektare hutan, 49 hektare dialokasikan untuk tebu dan 51 hektare tetap menjadi kawasan hutan sebagai tanaman penyeimbang,” jelas Kiswanto.
Program ini diatur dalam Rencana Pengaturan Pelestarian Hutan (RPKH) yang telah ditetapkan untuk periode 2022-2031, dengan total lahan tebu mencapai 279 hektare dari 50.000 hektare kawasan hutan Bojonegoro.
Sumber : jawapos.com