(Berita Daerah – Bali),Perum Perhutani mengantongi izin dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika untuk menyadap getah pinus pada lahan seluas 136,25 hektare di hutan kawasan timur Pulau Dewata itu. Penandatanganan naskah kerja sama antara Gubernur Mangku Pastika dengan Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto dijadwalkan di Kantor Gubernur Bali di Denpasar, Rabu (4/4).
Bambang Sukmananto dalam keterangan persnya kepada wartawan di Denpasar, Selasa, menjelaskan bahwa kerja sama itu bertujuan meningkatkan kemampuan suplai getah pinus untuk pabrik-pabrik Gum-Rosin Perhutani. Selama ini, katanya, tegakan pinus di wilayah Kesatuan Pemamgkuan Hutan (KPH) Bali Timur yang dikelola Dinas Kehutanan setempat belum dioptimalkan produksi getahnya.
Provinsi Bali walaupun mempunyai kawasan hutan yang tidak begitu luas, berpotensi untuk dioptimalkan produksi getahnya. Kerja sama itu merupakan bagian dari program optimalisasi sumber daya hutan di Bali, selain rencana kerja sama penyulingan minyak kayu putih, dan hasil hutan lainnya. Menurut Bambang Sukmananto, potensi hutan produksi pinus Perhutani di Pulau Jawa seluas 255.122 hektare yang menghasilkan getah rata-rata 100 ribu ton per tahun dan produktivitas getah 8-11 gram dari setiap pohon per hari.
Untuk memenuhi kebutuhan sesuai kapasitas pabrik Gum Rosin Perhutani sebesar 110.673 ton per tahun, katanya, masih kekurangan bahan baku sebesar 22.881 ton per tahun. Kekurangan getah pinus untuk pabrik Perhutani sebagian dicukupi dari produksi getah pinus dari Sulawesi Selatan yang telah lebih dulu dikerjasamakan. Saat ini Perhutani tengah membangun pabrik derivatif Gum Rosin di Pemalang, Jawa Tengah. Apabila pabrik ini beroperasi, maka dibutuhkan suplai tambahan sebesar 24.500 ton per tahun. Karena luas areal hutan pinus Perhutani tidak bertambah, maka selain dilakukan ekstensifikasi, Perhutani juga melakukan intensifikasi melalui perluasan tanaman pinus jenis bocor getah atau pinus yang diproduksi getahnya.
Kualitas tegakan tanaman Pinus yang akan dikembangkan bisa ditingkatkan produksi getahnya secara efektif. Untuk itu Perhutani sedang melakukan penelitian di Pusat Penelitian Teak Centre di Cepu, Jawa Tengah. Jenis pinus Perhutani yang ditanam selama ini adalah Pinus Merkusii, karena jenis ini memang paling cocok secara ekologis untuk hutan di Indonesia. Bambang Sukmananto menambahkan bahwa ke depan rehabilitasi atau reboisasi diarahkan penanaman jenis Pinus Merkusii, selain memperluas sumber-sumber bahan baku getah pinus dari kawasan hutan di luar Perhutani seperti dari hutan di kawasan timur Bali. Sumber potensi getah pinus di luar Jawa masih belum dimanfaatkan secara optimal.
Pohon pinus di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bali Timur yang dikerjasamakan dengan Perhutani tersebar di empat lokasi, yaitu Kintamani Barat, Kintamani Timur, Panelokan, dan Rendang. Luasnya hanya 136.25 hektare dengan jumlah lebih kurang 34 ribu pohon pinus produktif jenis Pinus Merkusii dan sedikit Pinus Oocarpa. Produktivitasnya baru mencapai 6,5 gram/pohon/hari, masih jauh dari produktivitas pinus Perhutani.
Meskipun demikian, diameter dan lingkar pohon pinus di KPH Bali Timur ini lebih besar dibandingkan pinus Perhutani. Rata-rata berumur 30-40 tahun. Dengan dilakukannya penyadapan getah pinus di KPH Bali Timur, diharapkan memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Selain itu masyarakat akan semakin memahami bahwa hutan sebagai fungsi lingkungan masih dapat memberikan manfaat hasil hutan bukan kayu, demikian penjelasan yang disampaikan melalui Susetiyaningsih S, Kepala Biro Humas Protokoler & Kesekretariatan Perum Perhutani. (wsh/WSH/bd – ant)

Beritadaerah.com ::: 3 April 2012