JAWAPOS.COM (13/01/2025) | Peristiwa banjir bandang di Kecamatan Sumberjambe pada akhir Desember lalu menuai perhatian.

Pasalnya, potongan tebangan kayu terbawa air bah yang diduga berasal dari hutan. Dugaan praktik illegal logging di daerah tersebut kemudian muncul.

Namun, Perhutani telah membantah adanya dugaan pencurian tersebut. Analisisnya lebih kepada penebangan untuk pembukaan lahan oleh masyarakat.

Ini juga merupakan persoalan yang dapat mengganggu keseimbangan alam.

Kerja sama antara Perhutani dengan petani mengenai pembukaan lahan untuk kepentingan komersial kemudian diharapkan agar tidak terulang kembali.

Administratur Perhutani KPH Jember Eko Teguh Prasetyo menyanggah adanya illegal logging di wilayah Sumberjambe. Melainkan pembukaan lahan.

Analisis tersebut karena tanaman yang biasanya ditebang adalah jati, karena bernilai tinggi. Sementara, kayu-kayu yang terbawa air bah diyakini bukan dari jenis tersebut.

Selain itu, berdasarkan pengecekan di lapangan, ada banyak kayu hutan yang lapuk dan roboh.

“Ketika ada pohon roboh itu kami tidak bisa memanfaatkan. Kayunya biar busuk di situ, kemudian terkena hujan terus-menerus mengakibatkan terbawa air,” paparnya seusai menghadiri suatu acara bersama bupati di Pendapa Wahyawibawagraha, Senin (30/12) lalu.

Kawasan hutan lindung sebagai prioritas dan secara tegas dilarang untuk dilakukan penggarapan karena berpotensi terjadinya bencana alam. Dia mengatakan telah memerintahkan tim untuk menutup garapan di area hutan lindung.

“Kami pun akan segera melakukan rehabilitasi kalau memang itu ada garapan di sana. Tetapi, memang kami harus cek lapangan,” jelas Eko.

Pada praktik-praktik pembukaan lahan liar, upaya preventif didahulukan sebagai langkah pencegahan. Lantas, upaya represif jika terpaksa.

“Selama upaya preemtif dan preventif bisa kami lakukan, harapannya masyarakat bisa ikut mempertahankan kelestarian,” ucapnya.

Secara terpisah, Sekretaris Komisi C DPRD Jember David Handoko Seto mengatakan, edukasi kepada masyarakat harus terus dilakukan untuk memberikan pengetahuan bahaya penebangan hutan. Perhutani dan Dinas Lingkungan Hidup, kata dia, harus berperan aktif untuk ini.

Pembukaan hutan sebagai lahan garapan petani yang sering terdengar sepatutnya harus diantisipasi.

Menurutnya, kerja sama Perhutani dengan petani harus dilakukan pada kepentingan komersial, sehingga ada komitmen tertentu agar penebangan liar tak lagi terjadi. Pemetaan lahan kemudian diperlukan.

Sebab, pada umumnya yang ditanam petani adalah tanaman semusim yang lebih pada keuntungan ekonomi dibandingkan kelestarian alam.

“Artinya, tidak ada juga pihak-pihak oknum Perhutani atau di bawah perusahaan ini yang bermain-main dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat di mana hutan tersebut adalah hutan rawan sebagai penyangga banjir dan longsor,” terang Ketua Fraksi Nasdem itu.

David meminta agar Dinas Lingkungan Hidup gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat perihal ini. Terlibat dalam pengelolaan hutan bersama Perhutani juga Taman Nasional Meru Betiri.

“Kemudian, juga dalam rangka mencegah atau mengurangi banyaknya illegal logging atau pencurian. Edukasi hukum juga kepada mereka,” katanya.

Dia menyebut, selama ini penindakan hukum pada pencurian kayu di hutan hanya terpaku pada pelaku penebangannya.

Alih-alih mengejar pengepulnya. Pencurian kayu skala kecil yang dilakukan oleh beberapa orang, kata dia, biasanya dijual kepada satu orang atau yang disebut pengepulnya.

“Ketegasan aparat penegak hukum ketika para pencuri kayu ditangkap, ini harus dikejar siapa pengepulnya, dijual ke mana,” pungkasnya.

Sumber : jawapos.com