JAWAPOS.COM (23/7/2017) | Satu lagi tempat wisata alam baru di Kabupaten Nganjuk. Gua Putri Ayu yang dikelola Perhutani KPH Nganjuk baru dibuka untuk umum. Selain gua, para pengujung juga dapat menikmati grojogan yang bersumber dari mata air ubalan.

Berlokasi di Dusun Balo, Desa Sambikerep, Kecamatan Rejoso, Gua Putri Ayu berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Nganjuk. Tepatnya di kawasan hutan jati milik Perhutani. Di tepi jalan, pengelola sengaja memasang spanduk besar sebagai tanda gerbang masuk menuju objek wisata.

Sebagai kawasan hutan yang berada di Resort Pemangku Hutan (RPH) Balo, akses jalan memang masih terjal. Berjarak sekitar 1 km dari tepi jalan raya Nganjuk-Bojonegoro, pengunjung harus ekstra hati-hati. Pasalnya selain terjal, jalan juga berbatu.

Meski begitu, pemandangan hutan jati membuat suasana perjalanan menuju Gua Putri Ayu tetap menyenangkan. Sebelum masuk ke gua, Perhutani telah menyiapkan loket karcis. Satu orang dikenakan biaya Rp 5 ribu. Selain melihat gua, wisatawan juga disuguhi grojogan. Namanya Grojogan Putri Ayu.

Objek Wisata Gua dan Grojogan Putri Ayu baru dibuka untuk umum pada 25 September lalu. Makanya, sarana dan prasarana (sarpras) di sana belum lengkap. Untuk menuju ke mulut gua, pengunjung harus menaiki sejumlah anak tangga.

Sepanjang jalan di sekitar tebing, para pengunjung dapat menikmati beberapa mulut gua. Namun karena lubangnya sempit, tidak bisa dimasuki sampai ke dalam. Sementera lokasi Grojogan Putri Ayu tidak jauh dari gua. Letaknya berada di tepian gua menuju jalan keluar.

“Pengunjung dapat menikmati dua objek wisata sekaligus,” kata Suwito, Kepala RPH Balo kepada Jawa Pos Radar Nganjuk di lokasi kemarin.

Objek wisata alam tersebut terletak di petak 122 B RPH Balo. Total ada enam mulut gua yang ditemukan. Mulai dari gua pertapaan sampai peristirahatan. Sedangkan, grojogan terdiri atas tujuh tingkat. Sumbernya berasal dari mata air ubalan. “Jadi semuanya alami,” ungkapnya.

Menurut Suwito, Gua Putri Ayu memiliki kisah sejarah masa lalu. Dulu, gua tersebut menjadi tempat pertapaan para senopati Prabu Anglingdarma dari Kerajaan Malopati Bojonegoro. Para panglima perang tersebut sengaja bersemedi di gua-gua untuk menambah kesaktian mereka.

Makanya, pengelola sengaja memberikan nama-nama di setiap mulut gua. Jika gua untuk pertapaan, maka dinamakan pertapaan. Tetapi ada pula yang digunakan untuk peristirahatan. “Kami namakan sesuai dengan fungsinya dulu,” ujar pria asal Tuban ini.

Beralih ke masa penjajahan, fungsi Gua Putri Ayu berubah. Sebab, para gerilayawan yang berjuang melawan penjajah Belanda memanfaatkannya sebagai tempat persembunyian. Hal itu dilakukan untuk menghindari kejaran para kompeni.

Karena itu, sebelum mulut gua terbuka seperti sekarang, awalnya tertutup rapat oleh batu. “Akhirnya kami buka sedikit demi sedikit supaya terlihat bagian dalam. Dulu bekas tempat persembunyian yang tertutup,” terang pria 40 tahun ini.

Sebelum resmi dibuka, Suwito mengakui, banyak masyarakat yang sering berkunjung ke Gua Putri Ayu. Rata-rata warga sekitar Desa Sambikerep dan Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Mereka penasaran ingin melihat gua yang terletak di tebing.

Sebelum dinamakan Putri Ayu oleh pengelola, masyarakat setempat sering menyebutnya sebagai Gua Baung. Menurut Suwito, nama itu diberikan karena warga sering mendengar suara gonggongan anjing setiap pukul 12. 00. Tetapi, wujud hewan tersebut tidak pernah tampak. “Warga menamakan baung (gongongan),” ujarnya.

Lalu kenapa dinamakan Putri Ayu? Menurut cerita warga setempat, kata Suwito, gua tersebut ada penunggunya. Yakni seorang putri cantik yang berwujud siluman. “Akhirnya kami namakan putri ayu. Kalau soal penunggu boleh percaya atau tidak,” kata Suwito.

Sejak dibuka untuk umum, para pengunjung semakin banyak. Untuk pengembangan tempat wisata, pengelola mengenakan biaya Rp 5 ribu per orang. Mereka dapat menikmati dua tempat wisata alam sekaligus, yakni gua dan grojogan.

“Uang karcis kami pakai untuk pengembangan wisata,” papar pria berkumis ini.

Pada hari biasa jumlah pengunjung tidak terlalu banyak. Saat cuaca cerah, maksimal 20 orang per hari sudah bagus. Namun di akhir pekan, jumlah pengunjung bisa naik berlipat.

Selama tidak hujan, Suwito mencatat, setiap Sabu dan Minggu, jumlah pengunjung bisa mencapai 100 orang per hari. Sebaliknya jika hujan, jumlahnya menurun. “Sangat sedikit kalau hujan,” ujarnya. Suwito bisa memaklumi kondisi tersebut. Pasalnya, akses jalan menuju Gua Putri Ayu belum diaspal.

Untuk itulah, saat ini, pengelola akan memperbaiki sarpras menuju gua. Memang tidak harus diaspal. Melainkan membangun jembatan kayu di bagian jalan yang curam. Dengan begitu, keselamatan pengunjung menjadi nomor satu. Di samping itu, mereka juga akan menambah fasilitas-fasilitas lain di sekitar gua.

Sumber : jawapos.com

Tanggal : 23 Juli 2017