INVESTOR DAILY, JAKARTA (23/4) | Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengusulkan penghapusan pengenaan tarif pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pemanfaatan lahan hutan produksi untuk sektor pangan strategis. Hal itu diperlukan untuk mempercepat realisasi program pengembangan komoditas tebu, jagung, dan sapi di Tanah Air.
Ketua Upaya Khusus Percepatan Investasi Industri Gula dan Peternakan Sapi Kementerian Pertanian (Kementan) Syukur Iwantoro mengatakan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman telah menyampaikan pengajuan hal tersebut melalui surat resmi yang ditujukan kepada Menko Perekonomian pada November 2015. “Pengajuan pembebasan tarif PNBP tersebut untuk mempercepat realisasi pengembangan tebu, jagung, dan peternakan sapi. Itu semua dalam upaya meningkatkan produksi dalam negeri guna memenuhi kebutuhan nasional,” ungkap Syukur Iwantoro kepada Investor Daily di Jakarta, baru-baru ini.
Kementan bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN telah membentuk Tim Terpadu Percepatan Pencadangan Lahan untuk Investasi Industri Gula Berbasis Tebu, Sapi, dan Jagung.
Syukur menjelaskan, berdasarkan hasil identifikasi Tim Terpadu, terdapat lahan 700 hektare (ha) yang sesuai untuk tebu, 1 juta ha untuk peternakan sapi, dan jagung 500 ha Lahan-lahan tersebut tersebar di hutan produksi. hutan konversi, dan areal penggunaan lain (APL).
“Kementan juga memfasilitasi investor-investor yang berminat melakukan pengecekan lahan dan menjalin kesepakatan untuk pemanfaatan lahan.” jelas dia.
Menurut Syukur, untuk hutan produksi di Jawa. pengelolanya adalah Perum Perhutani, sehingga investor bisa bekerja sama dengan Perhutani. Sedangkan untuk di luar Jawa, investor bisa bekerja sama dengan Inhutani atau bisa juga melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). “Kecuali, kalau ada revisi Peraturan Pemerintah (PP) untuk menghapus PNBP atau mengubah ketentuan soal lahan pengganti. Sebagaimana diajukan Menteri Pertanian dalam suratnya kepada Menko Perekonomian pada November 2015. Memang belum ada respon sampai saat ini atas surat itu,” kata Syukur.
Syukur memaparkan, ketentuan soal PNBP dan lahan pengganti cukup memberatkan bagi investor sektor pertanian, seperti di komoditas jagung, tebu, dan sapi. Kementan mengharapkan adanya pengecualian karena hal ini terkait sektor pangan strategis.
“Ini kan tidak terialu menghasilkan nilai bisnis tinggi dan membutuhkan luasan hingga ribuan ha. Berbeda dengan sektor pertambangan yang menghasilkan nilai bisnis tinggi dan tidak membutuhkan lahan terlalu luas. Kami juga berharap hal ini bisa menjadi bagian dari paket kebijakan ekonomi,” kata Syukur.
Di sisi lain, investor di subsektor jagung sedang dalam proses menjalinkerja sama dengan Perum Perhutani dengan luasan sekitar 2 ribu ha. Selain itu, investor yang akan mengembangkan tebu juga dalam proses menjalin kesepakatan dengan Inhutani dengan target luasan sekitar 10 ribu ha di Lampung. “Juga sudah ada kerja sama investor dengan KPH di Kabupaten Bombana. Sulawesi Tenggara, untuk pengembangan sapi di lahan seluas 45 ribu ha. Proyek itu sudah dikukuhkan oleh Kementerian LHK. Jadi, kami terus melakukan identifikasi hingga ke tingkat kabupaten, sambil terus mendorong realisasi proyek,” kata Syukur.
Menurut Syukur, saat ini setidaknya 14 perusahaan gula eksisting dan pabrik gula rafinasi berminat ikut dalam proyek pengembangan industri gula berbasis tebu di dalam negeri. Selain itu, ada 10 investor baru, empat di antaranya berasal dari India, Jepang, dan Tiongkok, sedangkan enam investor lainnya dari dalam negeri.
Sebelumnya Menteri Pertanian Amijan Sulaiman m t-n syaratkan agar investor yang serius mengembangkan subsektor gula berbasis tebu di Tanah Air dengan membuktikan kesiapan modal, yakni dengan memiliki modal awal sekitar Rp 1,5 triliun. Angka itu dari total investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 5 triliun untuk kebun dan 1 unit pabrik berkapasitas 10 ribu ton tebu per hari (TCD).
Tanggal   : 23 April 2016
Summer  : Investor Daily