Kawasan hutan jati di BKPH Ngliron.KPH Randublatung

RANDUBLATUNG –  Keberadaan tempat – tempat yang di anggap khusus oleh masyarakat dikawasan hutan dan merupakan sumber legenda masyarakat setempat, hal ini merupakan komitmen Perhutani KPH Randublatung dalam menjaga dan melestarikan budaya setempat serta menghargai sesuai dengan kaidah budaya yang dianut mereka, berikut beberapa lokasi  yang mempunyai ikatan emosional budaya yang ada didalam kawasan hutan dan dimasukkan dalam kawasan lindung

1.    TAPAN SUMENGKO

Tapan Sumengko adalah sebuah tempat yang sampai saat ini dipercaya oleh masyarakat setempat, terutama masyarakat Dusun Sumengko sebagai areal yang di keramatkan.   Lokasinya sekitar 9 km dari kantor KPH Randublatung, tepatnya di petak 68 RPH Sumengko BKPH Boto, luasnya mencapai 1,9 ha.

Konon tempat ini dijadikan tempat pertapaan oleh leluhur dusun Sumengko dan sampai saat ini hawa magis masih terasa disekitar lokasi.

Tempat ini berupa tanah dengan rimbunan pepohonan yang besar dan lapangan cukup datar yang ditengahnya terdapat pohon dimana dibawah pohon tersebut leluhur dusun ini melakukan pertapaan.

Lain waktu lain sejarah, lokasi ini sekarang hanya di gunakan untuk acara-acara tertentu seperti “Sedekah Bumi” untuk memohon berkah dan keselamatan bagi dusun Sumengko. Ritual pertapaan dan acara lainnya saat ini hanya tinggal cerita yang tersimpan sebagai sejarah yang sesekali menjadi bahan cerita untuk anak cucu.

Sedekah Bumi yang dilakukan di lokasi ini menjadi suatu tradisi yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan suro hari Jumat Pahing. Berbagai makanan dan sesajian menjadi prasyarat dalam upacara Sedekah Bumi.

Upacara ini juga diikuti oleh seluruh masyarakat dusun Sumengko Desa Bodeh yang setiap tahun hampir tidak melewatkan upacara ini. Menurut seorang narasumber, dalam lokasi ini pengunjung atau siapa pun tidak boleh melakukan hal-hal yang sifatnya negatif atau mengganggu penghuni kawasan ini,. Apabila hal tersebut dilanggar maka akan berdampak negatif atau akan terjadi hal-hal aneh yang menimpa si pelanggar. Konon menurutnya siapapun tidak boleh membawa hewan peliharaan atau membuang kotoran menghadap ke arah sumber mata air (sendang) yang ada di sebelah utara Tapan Sumengko.

Tidak heran kalau lokasi ini bersih dari kotoran hewan atau manusia dan keberadaannya tetap dijaga dan dipertahankan.

Lalu bagaimana kita menyikapi fenomena tersebut yang notabene lokasi tersebut berada dalam wilayah pengelolaan hutan KPH Randublatung?

Kita memang harus bersikap dan menyikapi masalah tersebut. Cara pandang yang bijak adalah bagaimana kita mengkolaborasikan antara kepentingan perusahaan dalam hal ini Perum Perhutani dengan budaya masyarakat setempat sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis . Kita memandang bahwa manusia itu hidup dengan budaya dan berbudaya. Seperti halnya yang terjadi di Dusun Sumengko, mereka mempunyai budaya dan tradisi yang sangat kental dengan kepercayaan yang terkadang tidak dapat diukur dengan logika. Untuk itu kita harus menghormati budaya tersebut dan usaha yang kita lakukan tidak merubah atau bahkan menghilangkan budaya yang sudah sejak lama melekat dalam kehidupan mereka. Pengelolaan hutan yang senantiasa memperhatikan budaya masyarakat setempat merupakan cara pengelolaan hutan yang secara tidak langsung ikut menjaga budaya masyarakat yang pada akhirnya bermuara pada budaya bangsa yang beraneka ragam.

Dengan tetap mempertahankan lokasi tersebut sebagai cagar budaya maka  apa yang dikatakan sebagai manajemen hutan lestari dapat menjadi sesuatu  yang sangat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat terutama untuk mempertahankan lokasi-lokasi atau kawasan hutan yang mempunyai nilai budaya bagi masyarakat setempat.

Tapan Sumengko adalah salah satu lokasi keramat di KPH Randublatung dan tidak menutup kemungkinan terdapat keramat-keramat lain yang sampai saat ini masih menjadi misteri yang belum terungkap.

2.    SENDANG WEDOK

Sendang wedok merupakan sumber mata air yang lokasinya berada di sekitar Tapan Sumengko, Tepatnya sebelah Utara. Sendang ini biasa digunakan oleh masyarakat sekitar untuk keperluan sehari hari terutama untuk minum, mencuci dan keperluan lainnya.

Pada saat upacara sedekah bumi yang dilakukan oleh masyarakat Sumengko, setelah dari Tapan, kemudian upacara dilanjutkan di Sendang Wedok. Tujuannya tidak lain adalah untuk memohon berkah supaya sumber mata air ini terus mengalir dan tidak kering.

Lokasinya di petak 68 RPH Sumengko BKPH Boto. Selain sebagai sumber mata air, disekitar lokasi ini juga sering ditemukan berbagai macam satwa. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa di daerah ini banyak ditumbuhi pohon-pohon

yang menjadi sumber pakan bagi satwa. Kondisi yang demikian sangat cocok sebagai habitat satwa. Kebedaraannya sebagai penyedia air, ditinjau dari aspek ekologi mempunyai nilai yang tinggi sehingga kawasan ini tetap dipertahankan tanpa merubah struktur tegakan yang ada, bahkan bila perlu dilakukan reboisasi atau regenerasi tanaman dengan rimba campuran.

Sendang Wedok mempunyai Fungsi ganda yaitu disatu sisiu sebagai situs ekologi , disisi lainnya juga berfungsi sebagai situs budaya yang terkait dengan upacara sedekah bumi yang dilakukan oleh masyarakat dusun Sumengko.

 3.    SENDANG LANANG

Seperti halnya Sendang Wedok, Sendang Lanang juga merupakan situs ekologi yang sampai saat ini keberadaannya masih tetap dipertahankan oleh masyarakat dusun Sumengko dan Perhutani. Lokasinya tidak jauh dari Tapan Sumengko dan Sendang Wedok, kira-kira 350 m., masuk dalam wilayah RPH Boto BKPH Boto. Lokasinya di Petak 67 dengan luas sekitar 0,25 ha.

Aktivitas masyarakat di Sendang Lanang selain mengambil air dari sumber ini juga merupakan tempat upacara sedekah bumi yang dilakukan setelah di Sendang Wedok dan Tapan Sumengko.

4.    PERTAPAN MUNDU

Tak Jauh dari Kantor KPH Randubaltung yaitu sekitar 9 Km ke arah Selatan terdapat sebuah situs yang dipercaya sebagai tempat Pertapaan seseorang yang pertama kali membuka/membangun sebuah desa yang sekarang dikenal dengan dusun Mundu. Air yang diambil dari Sendang Lanang lebih banyak digunakan untuk keperluan mandi, mencuci dan menyiram tanaman. Sementara untuk minum masyarakat mengambil dari Sendang Wedo yang dialirkan ke Penampungan air . Tetapi apabila terjadi kemarau panjang, masyarakat akan menggunakan air dari Sendang Lanang untuk air minum.

Dusun mundu dapat di capai melalui jalan alternatif Randubaltung – Solo yang kondisi jalannya cukup baik, Kurang lebih 9 km dari kantor KPH Randublatung tepatnya di pertigaan pos jaga Perhutani yaitu di Petak 66 ada jalan masuk menuju lokasi dusun Mundu. Kurang lebih 15 menit dengan menyusuri jalan  macadam kita bisa sampai di lokasi pertapaan mundu. Dusn Mundu termasuk dalam wilayah Desa Bodeh dengan jumlah penduduk + 45 KK. Rata-rata mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai petani (Pesanggem) dan pencari kayu bakar.

Pertapaan Mundu begitu terkenal di masyarakat dusun mundu. Sampai saat ini lokasi pertapaan ini masih dianggap keramat. Adapun luasnya kurang lebih mencapai 0,25 ha.

Lokasi ini disebut juga dengan tempat tinggal kaki soreng dan nini Soreng yang menurut cerita dari masyarakat adalah orang pertama yang membangun Dusun Mundu. Pertapan ini digunakan masyarakat setempat untuk upacara sedekah bumi, yang dilakukan setiap tahun sekali yaitu hari jumat pon. Selain digunakan sedekahan bumi tempat ini digunakan juga sebagai tempat pemujaan untuk minta keselamatan tetapi tidak diperkenankan untuk keperluan yang sifatnya minta kekayaan atau pesugihan. Tempat ini dulu sangat dikeramatkan, tidak sembarangan orang boleh bertindak semena-mena didalam kawasan ini karena bila dilakukan akan menimbulkan kejadian yang negative.

Ditempat ini masih sering terjadi kejadian aneh terutama pada malam hari . Masyarakat setempat pernah melihat Ular besar,  ayam dan anjing berada ditempat itu tapi setelah didekati langsung menghilang.

Konon tidak boleh sembarang orang memasuki  wilayah ini apalagi sampai mengganggu lingkungan disekitarnya, bila hal ini dilakukan maka akan terjadi sesuatu yang negatif.

Menurut nara sumber pernah terjadi kejadian yang aneh, ada hewan peliharan yang masuk ke dalam kawasan tersebut. Pada saat hewan tersebut keluar terjadi sesuatu yang aneh yaitu hewan tersebut langsung mati. Selain itu, pernah juga terjadi ada orang yang mengambil lebah madu di tempat pertapaan tersebut tapi setelah sampai rumah, madu tersebut berubah menjadi darah bahkan kedua anak dari orang tersebut meninggal.

Berkaitan dengan hal tersebut, masyarakat setempat menghimbau agar  hati-hati kalau memasuki wilayah tersebut apalagi kalau ingin punya acara hajatan, diharuskan memberikan sesaji terlebih dahulu kepertapaan tersebut. Sesajinya berupa Ayam panggang. Tujuannya adalah supaya nantingya tidak terjadi hal-hal yang negatif pada saat acara hajatan.             Di tempat pertapaan ini ada pohon kesambi  yang di beri pagar. Tepatnya ditengah-tengah lokasi pohon ini, konon dipercaya sebagai tempat tinggal Kaki Soreng dan Nini Soreng, Pohon ini tidak boleh diganggu oleh siapapun karena kalau diganggu akan berakibat buruk bagi sipelaku.

  5.    KEDUNG PUTRI

Kedung Putri adalah suatu yang pada masa lalu sampai sekarang banyak menyimpan sejarah bahkan berbau mistik yang konon menurut cerita tempat ini ini sering dipakai mandi oleh Citro Wati Putri Raja Purwocarito yang cantik. Kedung Putri terletak di sebelah utara KPH Randublatung, kurang lebih 10 Km dari pusat kota Randublatung, tepatnya di petak 52 RPH Gumeng BKPH Temanjang. Secara administrative turut wilayah Desa Tanggel Kecamatan Randubaltung Kab. Blora.  Begitu kentalnya muatan sejarah dilokasi ini menjadikannya cukup terkenal di Randublatung.

Sejarah Kedung Putri dimulai pada jaman dulu dimana terdapat suatu daerah yang bernama Negara Purwocarito (sekarang Desa Gumeng) yang di pimpin oleh seorang Raja bernama Dian Gondo Kusumo dengan permaisuri Loro Girah, Pasangan raja dan permaesuri dikarunia 3 orang  anak yaitu  Citro Menggolo, Citro Kusumo dan Citro Wati. Masing-masing keturunan raja Dian Gondo Kusumo di berikan kekuasaan untuk memimpin tiga kerajaan. Masing-masing adalah Citro Menggolo kerajaanya di Mlumpang (sekarang Desa Trembes), Citro Kusumo kerajaannya di Bale Kambang (sekarang Desa Temetes) dan Citro Wati kerajaanya di Purwocarito (sekarang Desa Gumeng). Salah seorang dari ke tiga anaknya yaitu Citro Wati mempunyai paras yang  cantik jelita. Karena kecantikannya itu maka banyak putra raja yang lain atau dari golongan bangsawan tertarik dan ingin meminang Citro Wati. Sampai pada akhirnya Putri Citro Wati  dilamar oleh 2 (dua) raja Yaitu Begede Katong dari kerajaan Pandan (Sekarang Desa Njetak Wanger,Ngawen) dan Jonggrang prayungan dari kerajaan Atas Angin. Kedua raja tersebut akhirnya perang untuk merebutkan Cito Wati , namun keduanya belum ada yang kalah dan menang dalam peperangan tersebut. Akhirnya Citro Wati datang dan menolak keduanya (Begede Katong dan Jonggrang Prayungan). Karena merasa ditolak, Begede Katong marah dan mendatangkan angin ribut untuk menghancurkan negara Purwo Carito dan akibatnya negara Purwo carito Luluh Lantah rata dengan tanah. Begede Katong tidak putus asa dia tetap melamar Citro wati walapun cintanya di tolak, sesampainya di Gunung Serangkang Begede Katong bertemu dengan Jonggrang Prayungan musuh bebuyutannya, dan keduanya saling berperang lagi, Keduanya berperang saling membunuh sehingga menyebabkan semua perangkat untuk melamar yang dibawa oleh Begede Katong berserakan ketempat lain.  tempat Upeti (Bokor Kencono) terlempar di (Desa Pengkol Kec. Banjarejo) yang dinamakan Kedung Bokor, Sirih (bahasa jawanya Suruh) terlempar di (Desa Banyuurip) yang dinamakan Suruhan, Gemblongnya yang teriris – iris terlempar di Desa Temetes dinamakan Tiris, air tapenya menetes di desa Temetes dinamakan Banyu Tes. Cito Wati tetap tidak mau menerima lamaran Begede Katong. Walaupun ditolak cintanya, Begede Katong tidak mau kembali ke negaranya.

Jonggrang Prayungan yang merasa penasaran akan kecantikan  Citro Wati akhirnya memanjat pohon jati. Karena kesaktiannya pohon jati tersebut  tidak kuat menahan beban Jonggrang Prayungan sehingga menyebabkan pohon jati tersebut tertekan kebawah. Bagian bawah pohon membesar yang sekarang di kenal dengan nama “JATI DENOK”.

Citro Wati mempunyai kebiasaan yang setiap hari tidak pernah ditinggalkannya yaitu mandi di sungai (Kedung) yang sekarang  dinamakan Kedung Putri.

Begede katong memanfaatkan situasi tersebut yaitu dengan merubah dirinya menjadi ikan gabus (Kutuk) dan masuk ke dalam sungai. Pada saat Citro Wati mandi di sungai, ia melihat ikan gabus (kutuk) yang sebenarnya adalah  jelmaan Begede Katong. Citro Wati sangat  senang melihat ikan tersebut dan ia pun bermain di sungai (kedung) itu tanpa curiga sedikitpun akan keberadaan ikan tersebut. Karena seringnya bermain dengan  ikan gabus (kutuk) tersebut, tanpa disadari ia bercinta dengan ikan gabus jelmaan Begede katong yang pada akhirnya menyebabkan Citro Wati hamil. Citro Kusumo kakak Citro Wati marah melihat adiknya hamil tanpa di ketahui siapa yang menghamili adiknya, Citro Wati tidak boleh melahirkan melalui alat vitalnya akan tetapi harus melalui perut sebelah kiri. Perut Citro Wati di tusuk dengan keris oleh Citro Kusumo dan keluarlah dari perut Citro Wati anak ikan gabus (Kutuk). Keanehan yang terjadi pada anak Citro Wati  menjadikannya sebuah larangan bagi masyarakat dusun Gumeng bahwa mereka tidak boleh makan ikan gabus (kutuk) karena itu merupakan darah dagingnya Citro Wati, Karena ditusuk perutnya tadi Citro Wati pingsan dan tidak sadarkan diri, Citro Wati diseret oleh Cito Kusumo dan di siram air yang akhirnya sadarkan diri dan air yang dipakai untuk menyiram Citro Wati dinamakan Banyuurip. Sampai sekarang banyuurip masih tetap ada dan selalu di jaga keberadaanya karena dipercaya dapat menyembuhkan orang sakit. Setelah kejadian itu, Citro Wati berjanji tidak akan kawin sebelum ketemu Joko Sayuto dengan pengapit Joko Santoso. Citro Wati semedi di sungai (kedung Putri) sambil menunggu Joko Sayuto dan Joko Santoso.

Cerita sejarah yang masih melekat pada Kedung Putri, bagi masyarakat dusun Gumeng merupakan salah satu peninggalan sejarah yang harus di jaga, baik lokasi, peninggalan-peninggalannya maupun nilai-nilai spiritualnya. Saat ini, tradisi yang dilakukan masyarakat dusun Gumeng di Kedung Putri adalah upacara sedekah bumi. Tujuannya adalah untuk meminta berkah dan keselamatan bagi dusun Gumeng dan daerah sekitarnya. Terkadang ada juga yang melakukan ritual khusus di tempat ini yaitu memberikan sesaji yang tujuannya untuk meminta kekayaan (pesugihan).

6.    MANGANAN

Manganan adalah sebuah situs budaya yang biasa di gunakan oleh masyarakat dusun Kaliwader desa Ngliron untuk upacara sedekah bumi. Lokasinya terletak sebelah Utara KPH Randublatung, kurang lebih 12 km dari kota Randublatung. Secara administrative turut wilayah Desa Ngliron Kec. Randublatung Kab. Blora.

Dalam pengelolaan kawasan hutan KPH Randublatung, Manganan terletak di petak 84 F RPH Jambean BKPH Temanjang. Luasnya mencapai 0,1 ha dan dikeluarkan masuk Ldti. Berkaitan dengan kegiatan ritual yang dilakukan di Manganan, tidak ada sejarah yang khusus, hanya di percaya sebagai “Punden” (tempat keramat) bagi masyarakat dusun Kaliwader. Upacara sedekah bumi yang di lakukan di Manganan biasanya dilaksanakan pada bulan Selo (bulan Jawa) hari Kamis Wage. Setiap upacara sedekah bumi digelar hiburan berupa “tayuban” dan mamberikan sesaji berupa penyembelihan kambing di lokasi manganan. Apabila tidak di lakukan penyembelihan kambing dan Tayuban maka di yakini masyarakat akan terjadi bencana di dusun Kaliwader. Upacara ini dihadiri oleh semua warga dusun Kaliwader dan mengundang dusun tetangganya. Upacara dipimpin oleh sesepuh desa dengan melakukan acara ritual  pada siang hari.

Perlengkapan upacara yang dibawa oleh setiap warga biasanya tidak terlalu khusus, mereka hanya membawa makanan atau jajan yang kemudian setelah selesai acara ritual dimakan bersama-sama. Upacara sedekah bumi ini seakan membudaya di setiap dusun yang ditemukan di daerah-daerah tertentu sekitar kawasan hutan. Intinya upacara semacam ini adalah untuk meminta berkah dan keselamatan bagi warga dusunnya. Ragam budaya dan tempat-tempat khusus yang masih di yakini oleh masyarakat saat ini membuktikan bahwa sejarah tidak akan pernah mati selama manusia masih menghargai budayanya.

7.    BALE KAMBANG

Bale Kambang merupakan salah satu situs yang terletak di petak 62, luasnya mencapai 0,1 ha. Di  tempat ini sering digunakan untuk upacara sedekah bumi. Sejarah Bale Kambang sendiri terkait dengan sejarah di Kedung Putri. Bale kambang adalah Istana Citro Kusumo Putra kedua dari raja Purwocarito yaitu Dian Gondokusumo dengan Permaesuri Loro Girah.

Lokasi Bale Kambang cukup jauh dari Kantor KPH Randublatung, kurang lebih 30 km ke arah Utara dan berbatasan langsung dengan KPH Blora. Upacara sedekah bumi di Bale Kambang dilakukan oleh warga dusun Temetes kec. Banjar Rejo Kab. Blora. Upacara biasanya dilakukan setiap tahun yaitu pada hari Jum’at pon bulan Selo. Yang menarik pada saat upacara sedekah bumi di Manganan adalah bahwa setiap warga yang menghadiri upacara harus membawa arak sebagai sesaji untuk disiramkan di lokasi upacara.   Seperti di tempat lainnya, pada saat mengikuti upacara sedekah bumi warga juga makanan atau jajan yang akan dimakan bersama-sama dilokasi tersebut setelah acara ritual dilakukan.            Situs budaya seperti Bale Kambang ini harus dilestarikan dan di pelihara keberadaanya,

Karena diyakini oleh masyarakat dusun Temetes sebagai tempat bersemayam roh leluhurnya. Selain mengirimkan do’a , warga juga meminta berkah dan keselamatan agar terhindar dari bencana.

8.    SUMBER LUMPUR KESONGO

sumber Lumpur kesongo merupakan sebuah keajaiban alam yang ada di KPH Randublatung , terletak di Petak 141 RPH Padas BKPH Trembes, Luasnya + 100 Ha berupa hamparan tanah kosong yang sebagian ditumbuhi rumput serta beberapa kubangan air / rawa – rawa. Jarak dari KPH Randublatung sekitar 30 Km kearah Barat (Kecamatan Gabus ,Kab Grobogan ). Keistimewaan kawasan tersebut adalah mengeluarkan sumber Lumpur berupa letupan Lumpur dingin yang setiap saat bisa meletus, dan bersifat sporadic, Lokasi sekitar Lumpur Kesongo dimanfaatkan oleh masyarakat dukuh Pekuwon lor dan Sucen sebagai lahan penggembalaan serta mencari rumput wlingi , Selain itu pada titik ledakan yang juga dinamakan keraton  sering dipergunakan untuk sesaji ( Ngalab Berkah ) yang dipandu oleh seorang juru kunci. Selain digunakan sebagai tempat upacara, kawasan Lumpur kesongo merupakan habitat satwa yang digunakan untuk mencari makan. Terutama jenis burung seperti Bangau Tong-tong. Terkadang juga ditemuikan ular.

Sumber Lumpur Kesongo menyediakan pakan bagi satwa diantaranya rumput-rumputan, ikan-ikan kecil dan serangga. Lumpur Kesongo dianggap keramat oleh kebanyakan masyarakat karena ada kaitannya dengan legenda Joko Linglung , dimana pada tempat tersebut konon ada 9 anak yang hilang ditelan oleh ular jelmaan joko linglung , dan sampai sekarang cerita tersebut masih dipercaya oleh sebagian besar masyarakat  jawa.

Selain sebagai situs budaya, Lumpur kesongo merupakan salah satu situs ekologi yang terkadang masyarakat tidak menyadari hal tersebut. Sudah bisa dipastikan kalau kita ingin melihat Bangau Tong-tong, kita bisa mendatangi lokasi ini pada jam-jam tertentu. Hal ini menjadi salah satu objek yang cukup menarik, selain objek utamanya yaitu Lumpur yang keluar dari perut bumi.

9.    SENDANG KUWUNG DAN PERTAPAAN NGRECO

Dusun Kuwung adalah salah satu dusun yang letaknya cukup jauh dari Kantor KPH Randublatung. Diam –diam didaerah ini menyimpan tradisi yang mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat sekitar hutan, dimana nilai-nilai budaya yang berbau spiritual masih melekat dalam kehidupan sehari-hari. Dusun Kuwung terletak kurang lebih 6 km dari pusat kota Randublatung, tepatnya di petak 123 RPH Menden, BKPH Beran.  Untuk menjangkau daerah ini tidak terlalu sulit karena sudah tersedia jalan yang biasa digunakan masyarakat untuk menuju daerah disekitarnya. Jumlah penduduk dusun Kuwung kurang lebih sekitar 60 kk yang rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Keberadaan Sendang kuwung yang kini masih dipelihara memberikan warna tersendiri bagi budaya masyarakat dusun Kuwung  yang kini menjalani kehidupan dengan damai. Sendang Kuwung merupakan sumber mata air yang pada saat –saat tertentu digunakan oleh penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan air dusun Kuwung, dusun Bapangan dan daerah sekitarnya.

Berbeda dengan Sendang Kuwung, Pertapaan Ngreco yang letaknya tidak jauh dari sumber mata air Kuwung juga menyimpan misteri yang hingga kini tempat itu masih dianggap keramat. Misteri dan sejarah Pertapaan Ngreco belum banyak terungkap, tetapi masyarakat setempat percaya bahwa tempat ini menyimpan sejarah khusus tentang asal muasal dusun kuwung.

Pertapaan Ngreco kadang-kadang masih dipakai oleh orang yang percaya dengan hal-hal gaib untuk meminta berkah dan kepentingan lainnya, tidak menutup kemungkinan digunakan juga sebagai tempat pesugihan. Sendang Kuwung dan Pertapaan ngreco merupakan salah satu tempat yang dikeramatkan oleh penduduk Dusun Kuwung Desa Menden rejo, letak petak 123 RPH Menden, BKPH Beran. Sendang Kuwung dan Pertapaan Ngreco terletak dalam petak yang sama yaitu petak 123

Kawasan ini dipergunakan oleh penduduk sebagai tempat sedekah bumi yang dilakukan pada setiap tahun . Menurut seorangnarasumber Pak Pardi (68 Th) dan Kamidi ( 66 Th ) bahwa upacara Sedekah bumi yang dilakukan setiap tahun bagi masyarakat kuwung ditujukan sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada Tuhan karena pada tahun tersebut mereka diberi kehidupan yang tentram , panen hasil pertanian yang berlebihan serta ungkapan rasa terima kasih lain karena telah hidup dengan tenang bersama keluarga / keturunannya. Sedekah bumi dilakukan pada hari Jum’at Pahing yang dipusatkan di dua llokasi , yaitu pada mata air ( sendang ) dan Pertapaan ngreco.

10.JATI DENOK

jati Denok, begitu orang menyebutnya, Kata-kata “Denok” identi dengan gadis cantik yang mempunyai tubuh sintal dengan tubuh padat berisi. Ungkapan tersebut memang benar adanya , begitu juga dengan pohon jati yang terletak di petak 62 RPH Temetes BKPH Temanjang yang mempunyai keliling pohon 650 cm, tinggi 30 m dengan bagian pangkal pohon yang membesar. Jati Denok berumur kurang lebih 3 abad atau sektar 300 tahun lebih

Sejarah Jati Denok terkait dengan sejarah di Kedung Putri dimana pohon jati tersebut konon diinjak oleh Jonggrang Prayungan ketika ia  ingin melihat kecantikan Putri Citro Wati dari negoro Purwo Carito (sekarang dusun Gumeng).  Karena kesaktian yang dimiliki Jonggrang Prayungan, pohon jati yang diinjaknya tidak kuat menahan beban dan akhirnya bagian bawah pohon tersebut tertekan dan membesar sehingga disebut Jati Denok. Seiring dengan berjalannya waktu, Jati denok kini menjadi monumen jati yang tetap berdiri kokoh . Kini disekitar jati denok sering digunakaan oleh  masyarakat setempat untuk mencari berkah dan mendapatkan wangsit dari leluhur.

 11.SENDANG SALAK

Sendang terletak di lahan perhutani pada petak 123 RPH Trembes BKPH Temuireng dengan luas petak 0,1 Ha. Sendang Salak merupakan sebuah situs yang merupakan sumber air sehingga banyak masyarakat yang berinteraksi kelokasi tersebut untuk mengambil air, sehingga situs sendang salak memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat di sekitarnya selain itu sebagian besar masyarakat menganggap situs merupakan tempat yang dianggap masyarakat mempunyai nilai budaya tinggi dan dipercaya sebagai tempat keramat, bahkan digunakan sebagai tempat mencari berkah, pesugihan, nazdar dan sedekah bumi atau nyadran. Ritual keagamaan atau ambengan ditempat situs juga sering dilakukan.

 12. PABLENGAN ( LUMPUR )

Situs Pablengan terletak di petak 11a  RPH Serut BKPH Banyuurip dengan luas 0,1ha. Situs pablengan terletak di wilayah desa Pelem, bentuk situs pablengan merupakan bledug yang selalu mengeluarkan air dan lumpur yang mengandung garam, dan di kelilingi oleh pepohonan yang lebat sehingga walaupun musim kemarau panjang tetap  muncul sumber mata airnya. Sampai saat ini situs pablengan masih sangat dikeramatkan oleh masyarakat sekitarnya antara lain untuk tempat mencari berkah, sedekah bumi dan masyarakat percaya bahwa kehilangan ternaknya mengadakan selamatan dipablengan maka ternak yang hilang tersebut akan kembali.

13. SUMUR URIPAN

Sumur Uripan berada di petak 22 RPH Banyuasin BKPH Ngliron dengan luas 0,1 ha Sumur uripan merupakan sumber mata air berupa sumur peninggalan jaman Belanda.  Sumur ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat desa Banyuasin. Yaitu berupa sumur berjajar / berdampngan, 1 sumur untuk memenuhi kebutuhan minum dan 1 sumur untuk mencuci. Pada saat musim kemarau air tetap mengalir dan saat sedekah bumi masyarakat masih memanfaatkannya yaitu pada hari Rabu Pahing setiap musim panen.

Awalnya sumur dalam bentuk serumbung yaitu dikelilingi dengan kayu, pada tahun 2003 oleh masyarakat setempat secara swadaya direhab menggunakan gorong-gorong.

Disekeliling sumur  terdapat pohon besar dan rindang, satwa pun masih ada terutama burung

14. SENDANG APIT

Sendang Apit berada di petak 14 d RPH Sugih BKPH Boto berada di desa Kepoh, Sendang Apit merupakan sendang yang sumber airnya  ada sepanjang tahun oleh masyarakat sekitar  sendang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sendang Apit ini berbentuk sumur sederhana yang dikelilingi kayu begitu juga atapnya. Disekitar sendang banyak ditumbuhi pohon – pohon yang rindang. Kemudian pada tahun 2003 dilakukan perbaikan yaitu berupa pemberian gorong-gorong disekeliling sumur  dan diberi atap berbentuk rumah-rumahan, hal ini dengan harapan daun dan ranting dari dahan pohon yang ada disekeliling sendang tidak masuk sumur.

15. BANYU TES

Situs Banyu Tes berbentuk sumber mata air berbentuk  sumur kecil di bukit, sumber airnya disaat musim kemarau tetap ada. Situs tersebu berada dipetak 62 RPH Temetes BKP Temanjang dengan luas 0,1 ha Oleh masyarakat desa Temetes tiap hari Jum’at Pon sehabis panen dilakukan sedekah bumi “Nyadran” dilokasi situs tersebut .

16. JATI GONG

Situs Jati Gong berada di petak 63 RPH Temetes BKPH Temanjang dengan luas 0,1 ha. Situs ini berbentuk pohon mahoni ± umur 53 tahun. Menurut cerita masyarakat desa Temetes konon pada zaman dahulu ada perayaan atau hajatan, dalam acara tersebut ada hiburan berupa gamelan yang diadakan selama 7 hari 7 malam, namun pada saat selesai masih ada salah satu alat gamelan yang tertinggal dipohon jati yaitu Gong besar dan tidak diambil-ambil seingga pada saat itu oleh masyarakat disebut sebagai Jati Gong. ( HUMAS – RANDUBLATUNG)