TEMPO.CO (12/11/2020) | Kesuksesan skema program perhutanan sosial tak hanya di tangan Pemerintah pusat, tetapi sangat bergantung pada dukungan pemerintah daerah. Langkah Presiden Joko Widodo untuk membagikan hak pengelolaan hutan dan lahan lewat SK perhutanan sosial akan sia-sia tanpa pendampingan dari pemerintah daerah terhadap warga dan kelompok masyarakat yang mengelolanya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, hingga kini terdapat 620 desa di Indonesia yang tergabung dalam perhutanan sosial.

Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah kementerian Dalam Negeri, Hari Nur Cahya Murni, mengatakan Surat Edaran Mendagri No 522/1392/SJ Tahun 2020 menjadi pijakan penting dalam kemajuan dan masa depan perhutanan sosial. “Surat edaran ini lebih jelas mengatur detail Dukungan Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial, serta sinergitas dengan pemerintah daerah dan stakeholder lainnya,” ujarnya, dalam diskusi Indonesia Forest Forum di kanal YouTube Tempo, Rabu, 11 November 2020.

Dia menambahkan, dalam surat edaran itu diatur agar pemerintah daerah mengintegrasikan program-program dengan pemerintah provinsi, kabupaten/kota. Kebijakan diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan usaha perhutanan sosial ke dalam rencana pembangunan daerah.

Terkait hal ini, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mendukung program perhutanan sosial untuk memberi keadilan bagi masyarakat sekitar hutan dan meningkatkan kesejahteraan. Aturan yang ada saat ini, menurutnya sudah memadai untuk pengambilan kebijakan di daerah.

“Ketika masyarakat sudah mendapatkan SK, maka di dalam APBD di dinas pertanian bisa memberikan bantuan bibit, tapi lahan harus harus dikaji dulu cocoknya ditanam apa. Kita membantu kelompok-kelompok tani yang mengelola, seperti bantuan bibit, pupuk, dan sebagainya,” katanya.

Sutarmidji menekankan, yang penting masyarakat memiliki legalitas pengelolaan, lahan tidak terlantar, dan bisa menghasilkan. “Misalnya, kemarin dapat persetujuan pengelolaan tanah adat 2600 hektare, kontur jurang berbukit, dan cocok ditanam durian unggul. Selain ini menghasilkan, dalam jangka panjang bisa untuk penghijauan,” ujarnya.

Direktur Perhutanan Sosial Perum Perhutani, Natalis Anis Harjanto, menyampaikan pendampingan yang dilakukan di daerah harus terintegrasi. Dimulai setelah SK diberikan, penyiapan sarana dan prasarana produksi, pengelolaan konflik, hingga pelatihan-pelatihan. Penting pula mengenali aspek bisnis dalam perhutanan sosial. Aspek bisnis tidak hanya agroforestry, tetapi bisa masuk ke bisnis ekowisata, bioenergi, bisnis hasil hutan bukan kayu, industri kayu rakyat, dan sebagainya.

“Sebelum pendampingan, harus mengenal potensi daerah dan karakteristik masyarakatnya dengan sangat baik. Program pemanfaatan lahan sebaiknya disesuaikan dengan potensi tersebut dan karakteristik masyarakatnya supaya hasilnya lebih optimal,” ujarnya.

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Mandalagiri di Garut, menjadi contoh lembaga masyarakat sekitar hutan yang bergerak di kegiatan usaha budi daya tanaman sampai mengolah hasil panen kopi arabika dan memasarkannya. Tidak hanya komoditas kopi, tetapi komoditas lainnya seperti kunyit, kapolaga, cengkeh, dan jahe dihasilkan dari kawasan hutan Perhutani.

Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI, Ade Candra, sepakat perlu ada dukungan kebijakan dari pemerintah daerah. Di antaranya bisa dilakukan dengan pengembangan insentif fiskal berbasis ekologi. Skema insentif bisa dimasukkan dalam anggaran pemerintah, sehingga terbuka peluang pemberian dana afirmatif khusus untuk percepatan pembangunan yang bisa ditujukan untuk pemulihan ekologi dan pemberdayaan masyarakat.

Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), Erna Rosdiana, mengatakan sesuai target RPJMN 2015-2019 distribusi perhutanan sosial baru mencapai 4,2 juta hektare dari target 12,7 juta hektare pada 2024. Langkah akselerasi terus dilakukan, didukung aturan tentang perhutanan sosial dalam Undang-undang Cipta Kerja. Adanya kepastian hukum ini, diharapkan dapat memperkuat koordinasi, sinkronisasi, dan mendorong sinergitas program perhutanan sosial di tingkat Pemerintah pusat, antara Pemerintah pusat dan daerah, hingga ke tapak.

Program Indonesia Forest Forum : Perhutanan Sosial Untuk Kesejahteraan Masyarakat Desa Hutan, merupakan hasil kerja sama Tempo Media Group dan Ford Foundation, dan atas dukungan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

 

Sumber : tempo.co

Tanggal : 12 November 2020