Desa Wanawali, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, menjadi salah satu contoh keberhasilan kemitraan pemerintah dengan masyarakat di sektor kehutanan dan pangan. Perum Perhutani, salah satu BUMN Kehutanan, mengalokasikan sebagian lahannya untuk ditanami aneka tanaman oleh masyarakat dengan sistem tumpang sari. Di sekitar hutan jati yang rimbun kini ditumbuhi padi tadah hujan dengan rasa yang gurih, bahkan siap dipanen dengan hasil yang terus meningkat.

Lahan seluas 17,6 hektare milik Perhutani itu awalnya ditanami ribuan pohon jati. Namun, setelah pepohonan menjadi tua dan ditebang, lahan itu sementara dibiarkan kosong. Kini areal tersebut dijadikan lahan pertanian tumpang sari dengan beragam varietas, termasuk tanaman semusim, seperti padi, jagung, dan kedelai. Tumpang sari adalah penanaman varietas tanaman produktif di sela tanaman utama.

“Petak 99 seluas 17,6 hektare ini ekarang menghasilkan 3,5 ton per hektare. Padahal estimasi awal hanya 2,5 ton. Ini merupakan hasil kerja sama Perhutani dengan masyarakat sekitar untuk peningkatan produk pangan,” ujar Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto. Saat menghadiri acara panen raya padi, di Purwakarta, Jawa Barat, Minggu (25/3).

Panen raya pertanian yang antara lain dihadiri Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Kehutanan Zulkifii Hasan, dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi tersebut merupakan bagian dari program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasi Korporasi (GP3K) sebagai bentuk sinergi BUMN dan masyarakat untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, melalui peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai, serta pemanfaatan lahan kering dalam kawasan hutan.

Pada kesempatan itu, Menteri Kehutanan Zulkifii Hasan menjelaskan, mengingat pentingnya masalah pangan bagi kelangsungan kehidupan manusia, Presiden telah memberikan arahan terbaru dalam agenda ekonomi khusus. Salah satunya dengan penyediaan lahan pertanian pangan seluas 200.000 hektare di beberapa wilayah Indonesia.

Kementerian Kehutanan terus mendata lahan kosong yang akan dimanfaatkan untuk pertanian untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Kementerian ini bahkan menempatkan pangan sebagai program strategis dalam pengembangan hutan sebagai sumber pangan, energi, dan air.

Dia menjelaskan, kontribusi sektor kehutanan dalam penyediaan pangan secara tradisional telah berkembang di dalam kehidupan mayarakat di Tanah Air. Ada berbagai produk pangan nabati dan hutan, seperti umbi-umbian (porang, suweg), umbut rotan, buah, madu, sagu, dan jamur, Ada pula produk pangan hewani yang dikembangkan melalui penangkaran rusa.

Lebih dari 35 juta ton Zulkifli mengatakan, kontribusi bahan pangan dari sektor kehutanan sangat besar meski perhitungannya tak masuk statistik nasional. Kawasan hutan sudah lama menopang pangan rakyat. Saat ini saja, ada 16 juta hektare kawasan hutan yang berkonstribusi 9,4 juta ton pangan, termasuk padi, sagu, jagung, dan kedelai.

“Sumbangan pangan dari areal konses hutan bisa lebih dari 35 juta ton. Apa pun yang terkait soal pangan harus dinomorsatukan Pangan itu nomor satu, moratorium hutan primer dan gambut tak berlaku unruk pangan. Pemerintah sepakat dan fokus tahun 2014 bisa surplus 10 juta ton beras, Sebab itu, alokasi APBN sampai Rp 30 triliun khusus untuk perkuat pangan nasional,” ucapnya.

Di samping kontribusi langsung, pemanfaatan hutan dalam penyediaan pangan juga dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan memanfaatkan hutan untuk memproduksi sumber pangan. Pemanfaatan kawasan hutan produksi, zona pemanfaatan taman nasional dan hutan lindung sudah banyak dilakukan bersama masyarakat.

Agroforestry, silvofishery, dan silvopasture sudah dikembangkan di berbagai wilayah, dan secara nyata sudah memberikan kontribusi besar dalam penyediaan pangan. Selain itu, juga dilakukan pengayaan tanaman dengan memanfaatkan ruang tumbuh menggunakan jenis pohon serba guna (multipurpose tree species), seperti petai, sukun, kemiri, aren, durian, dan mangga.

Adapun Perhutani telah mengembangkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), salah satunya melalui pola tumpang sari. Hingga 2010, luas kontribusi pangan dari sektor kehutanan mencapai lebih dari 16,4 juta hektare, dengan luas rata rata mencapai 6,3 juta hektare per tahun dalarn bentuk kegiatan tumpang sari pada kegiatan rehabilitasi lahan, pembuatan hutan tanaman, dan hutan rakyat.

Program tumpangsari pada PHBM telah memberikan kontribusi pangan sebanyak 13,5 juta ton yang setara dengan Rp 9,1 triliun. Potensi pangan itu berupa padi 856.802 ton, jagung 7.092.870 ton, kacang kacangan 635.441 ton, dan jenis pangan lainnya 4.956.348 ton. Disisi lain, dari kegiatan PHBM juga telah terserap tenaga kerja sekitar 4,8 juta orang dengan tambahan penghasilan Rp l,6 triliun.

Diakui, memotivasi masyarakat dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan usaha tani yang bukan sawah atau areal hutan rakyat bukanlah hal yang mudah. Hambatan yang dihadapi salah satunya adalab masalah bibit pohon yang bermutu dalam jumlah cukup dan tepat waktu. Dengan demikian, pada kesempatan itu Kementerian Kehutanan menyerahkan dua unit kebun bibit rakyat (KBR) kepada masyarakat Purwakarta. Setiap KBR akan diberi bantuan pembiayaan sebesar Rp 50 juta.

Sampai 2014, Kernenterian Kehutanan menargetkan pembangunan KBR sebanyak 48.000 unit. selain itu, dibangun 23 unit persemaian permanen di 22 provinsi, yang secara keseluruhan akan memproduksi 35 juta batang bibit pobon untuk seluruh wilayah Indonesia. Pada kesempatan yang sama Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang juga hadir dalam panen raya padi menyerahkan bantuan kredit usaha rakyat (KUR).

Pemberian KUR, katanya merupakan komitmen pemerintah untuk memberdayakan masyarakat sehingga kesejahteraan mereka meningkat. Sinergi antara kebutuhan masyarakat dan pemerintah dapat diwujudkan dengan program GP3K ini. Negara butuh stabilitas dan ketahanan pangan. Petani pun haruslah sejahtera. Hatta menegaskan, pemerintah akan selalu meningkatkan aksesibilitas masyarakat penerima KUR. Tahun 2012 ini ada alokasi Rp 30 triliun untuk KUR saja. [AS SP]

Suara Pembaruan/ 26 Maret 2012/h.9