Intensitas curah hujan, belakangan ini, semakin meningkat. Diperkirakan, keadaan seperti ini akan berlangsung hingga caturwulan pertama tahun 2011 mendatang. Seperti biasanya, kondisi ini diikuti ancaman bencana alam, salah satunya tanah longsor, terutama di wilayah-wilayah perbukitan yang curam.
Di Jawa Barat, bencana tanah longsor, bisa dikatakan, sebagai sesuatu yang lumrah terjadi. Soalnya, wilayah provinsi ini didominasi oleh pergunungan dan perbukitan sehingga banyak titik yang memiliki kecuraman. Kondisi alam dan tanahnya yang relatif subur, dengan struktur tanah yang “rapuh”, membuat tanah relatif mudah bergerak menjadi bencana tanah longsor.
Karena hujan turun sepanjang tahun, risiko ancaman terjadinya bencana tanah longsor pada kawasan-kawasan rawan pun meninggi. Tentu saja, situasi ini menuntut kewaspadaan masyarakat, apalagi yang tinggal berdekatan lokasi-lokasi rawan.
Wilayah-wilayah yang sering terjadi longsor dan patut diwaspadai, terutama di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Garut utara, Cianjur bagian utara, Sukabumi bagian utara, Subang bagian selatan, Tasikmalaya bagian utara, Ciamis bagian utara, dan sebagian Kabupaten Kuningan. Biasanya, ancaman muncul dari sejumlah kawasan kehutanan, baik milik negara maupun milik rakyat.
Berlatarkan kenyataan tersebut, sudah sepatutnya jika kawasan tersebut mendapat sentuhan sebagai upaya antisipatif terhadap terjadinya bencana. Ancaman itu tak hanya muncul dari dalam kawasan, tetapi juga dari lokasi perbatasan. Apalagi, di situ, banyak warga yang bermukim sekaligus menjalankan usaha pertanian dan perkebunannya.
Ahli hidrologi dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran Chay Asdak berpendapat, bencana tanah longsor menjadi sesuatu yang logis terjadi. Apalagi, sejumlah kawasan hutan merupakan tanah subur dengan tingkat kecuraman yang tinggi. Menurut dia, ini menyangkut tekstur tanah dengan daya ikat air serta bebatuan. “Pada saat curah hujan yang sangat tinggi seperti ini, wilayah dengan kemiringan lebih dari 45 derajat sa-ngat berpotensi terjadi bencana tanah longsor,” ucapnya.
**
Kondisi demikian rupanya sudah diperhitungkan oleh Perum Perhutani Unit III, selaku salah satu pengelola kawasan kehutanan negara di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Mereka sudah memulai langkah-langkah kesiapan, kesiagaan, dan tanggap terhadap ancaman bencana. Apalagi, itu menyangkut keamanan dan keselamatan jiwa manusia.
Langkah tersebut sudah dilakukan sejak menjelang Lebaran lalu, ketika curah hujan mulai tinggi. Mereka menyiagakan personel pada sejumlah jalur mudik yang terdapat lokasi rawan longsor, terutama di kawasan hutan. Hasilnya cukup memberikan rasa aman bagi masyarakat, apalagi kemudian tak terjadi hal-hal mengkhawatirkan.
Langkah tersebut masih berlanjut hingga saat ini. Apalagi, menjelang puncak musim hujan, ancaman dan risiko terjadinya bencana tanah longsor semakin meningkat. Langkah-langkah antisipasi dan pengamanan pun lebih ditingkatkan. Koordinasi dengan berbagai pihak terkait pun ditingkatkan, semisal dengan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH), pemerintah daerah, dan sebagainya.
Untuk mengoptimalkan langkah tersebut, Perhutani Unit III pun sudah membentuk Tim Siaga Tanggap Penanggulangan Bencana dengan jumlah personel mencapai enam ribu orang. Mereka dipersiapkan untuk membantu korban bencana tanah longsor di seluruh pelosok Provinsi Jawa Barat dan Banten. Tim yang dibentuk pada tanggal 11 November lalu tersebut berada pada empat belas KPH. Setiap KPH memiliki unit reaksi cepat yang terdiri atas 25 orang yang siap diperbantukan di seluruh pelosok Jabar dan Banten.
Dalam hal ini, mereka membagi tugas. KPH berfungsi sebagai posko pengendali, Bagian KPH sebagai posko lapangan, serta RPH sebagai posko taktis. Di dalam operasinya, RPH dibantu oleh para anggota LMDH setempat dan masyarakat umum, serta koordinasi dengan berbagai pihak terkait di daerah.
Semua anggota tim telah mengikuti pelatihan selama sebulan tentang penanganan bencana. Selain dibekali keterampilan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), mereka juga dilatih bela diri, olah pernapasan, dan tenaga dalam. Kepala Unit III Perum Perhutani Bambang Setiabudi mengatakan, penanganan bencana oleh tim ini bersifat reaktif, mulai dari pengumpulan informasi, pemetaan wilayah bencana, hingga penanganan korban di lapangan.
**
Perhitungan mereka pun cukup terbukti. Selama dua pekan terakhir, bencana tanah longsor memang terhadi di sejumlah titik kawasan hutan. Karena kesigapan dan koordinasi kuat di antara mereka, hingga Minggu (12/12), berbagai kondisi segera tertangani dan situasinya segera kembali dinyatakan kondusif. Masyarakat segera dievakuasi, jumlah korban jiwa dan harta benda pun bisa diminimalkan.
Lebih jauh, Bambang menuturkan bahwa saat ini sejumlah daerah di Jabar-Banten memang rawan longsor. Hal itu berdasarkan hasil kajian dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Kesiapsiagaan dan aksi cepat tanggap harus dilakukan secara terkoordinasi untuk memudahkan berbagai antisipasi dan penanganan di lapangan secara cepat dan optimal.
“Tugas antisipasi dan pengamanan bencana alam dalam kawasan hutan jangan hanya digantungkan kepada satuan tugas. Faktor terpenting yang dilakukan adalah peningkatan komunikasi dan koordinasi di lapangan, baik antarpetugas maupun dengan masyarakat desa hutan,” kata Bambang, senada Kepala Biro Perlindungan Sumber Daya Hutan, N.P. Adnyana.
Disebutkan pula oleh Adnyana, hal penting yang juga harus dilakukan adalah optimalisasi mobilitas para personel sehingga bisa bergerak cepat. Untuk mendukungnya, sejumlah unit kendaraan operasional yang bisa menempuh medan berat pun disiagakan di setiap KPH.
Ketua Forum Lembaga Masyarakat Desa Hutan se-Tasikmalaya, Saepudin, menilai bahwa keberadaan tim terpadu tersebut cukup membantu memberikan rasa aman bagi masyarakat yang berada di wilayah berisiko. Kendati demikian, menurut dia, upaya ini tetap pula akan bergantung kepada kemauan masyarakat untuk mematuhi rambu-rambu atau peringatan yang diinformasikan tim, demi keamanan mereka sendiri. (Kodar Solihat/”PR”)***
Nama Media : PIKIRAN RAKYAT
Tanggal : Senin, 13 Desember 2010
Penulis : Kodar Solihat