Pikiran Rakyat – Pada bulan Ramadan 1436 H/2015 ini, warga desa di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Garut ra-mai-ramai mencari pendapatan dengan menyadap getah pinus di sejumlah kehutanan sekitarnya. Fenomena ini dinilai sebagai simbiosis saling menguntungkan, baik bagi warga yang membutuhkan bekal untuk persiapan Lebaran, juga berupaya mengejar target produksi getah pinus bagi ekspor gondorukem oleh Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten.
Kasi Humas Perum Perhutani Jabar-Banten, Ade Sugiharto, di Bandung, Kamis (3/7/2015), mengatakan, fenomena ini memang boleh dikatakan situasi rutin menjelang Lebaran, tetapi gairahnya kini lebih teraba. Ini terutama bagi warga lokal, di mana Perhutani mengutamakan untuk memberikan kesempatan bagi warga desa sekitar hutan, untuk mencari rezeki dari menyadap getah pinus agar bermanfaat bagi bekal Lebaran maupun nafkah se-hari-hari.
“Perhutani pun merasa beruntung dengan animo warga lokal menjadi penyadap getah pinus karena saat ini Perhutani pun sedang mengejar target peningkatan produksi untuk penjualan ekspor. Ibaratnya, momen bulan Ramadan ini’diharapkan menjadi momen saling menguntungkan, baik bagi warga maupun Perhutani sendiri,” ujarnya.
Secara corporate, sedang menguatnya mata uang dolar AS terhadap rupiah, diharapkan mampu mendatangkan pemasukan lebih tinggi. Di segmen pasar pun, gondorukem Indonesia merupakan salah satu pemasok utama dunia, di samping Tiongkok yang masa produksinya lebih terbatas.
Disebutkan, selama ini peluang usaha dengan menjadi penyadap getah pinus sering terlewatkan oleh warga lokal sekitar hutan. Akibatnya, lapangan usaha ini .sering malah terman-faatkan oleh para mencari nafkah asal Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Menyadari kondisi ini, kata Ade, sebagian warga lokal sekitar hutan pun menjadi terpacu memanfaatkan peluang pendapatan di hutan sekitar tempat tinggalnya. Sebagian warga lokal kini mulai mengikuti ritme keija penyadap asal Majenang, dengan menyadap sehari penuh sehingga pendapatan lebih tinggi, dibandingkan dengan kebiasaan hanya setengah hari atau kerap diistilakan sabedug.
Menurut Ade pula, pendapatan dari menyadap getah pinus mampu menyambung rezeki masyarakat desa hutan. Pasalnya, saat musim kemarau ini pembudidayaan tanaman padi dan jagung di lahan huma, rata-rata sedang terhenti karena tak ada pasokan air yang memadai.
Soal pendapatan dari menyadap getah pinus, sampai dengan tahun 2014 lalu, di Kabupaten Sukabumi diketahui diperoleh rata-rata Rp 2 juta-Rp 3 juta/bulan. Namun, di saat yang sama tahun 2015 ini, Ade menduga hasilnya lebih baik. Walaupun demikian, jumlah pastinya tidak diketahui karena pembayaran kini sudah dilakukan melalui bank dan diambil melalui kartu anjungan tunai mandiri (ATM).
Pendapatafri yang diperoleh dari menyadap getah pinus, biasanya diperoleh pada sejumlah wilayah yang tak direkomendasikan untuk pembudidayaan tanaman kopi. Di lain tempat, sejumlah masyarakat desa hutan pun sedang sibuk memanen kopi, yang menurut Wakil Ketua Eksportir Kopi Indonesia Jawa Barat, Iyus Supriatna, saat ini kondisinya menjadi yang terbaik karena sangat mendukung pengeringan dan menghasilkan produksi kualitas terbaik pula. (Kodar Solihat) ***
Sumber : Pikiran Rakyat, hal. 26
Tanggal : 3 Juli 2015