BANDUNG, (PR).- Perum Perhutani Divre Jawa Barat-Banten membuka diri kepada berbagai dinas/instansi terkait di pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, ikut bersama-sama meningkatkan kemampuan usaha para petani desa hutan. Harapannya, berbagai komoditas yang diusahakan masyarakat desa hutan akan semakin berdaya saing serta semakin dicari pasar, serta mampu berefek membuka lebih banyak lapangan kerja menghadapi situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Kepala Sub Seksi Keamanan II Perum Perhutani Divisi Regional Jabar-Banten, Alex Dedi Budi Martanto, di Bandung, Senin (15/2/2016) mengatakan, aspek yang diharapkan dapat memperoleh penanganan dari pemerintah daerah, misalnya teknis penanganan tanaman, pascapanen, pemasaran dan perdagangan, pengorganisasian, industri agro, pembinaan koperasi, informasi pasar, pengembangan aneka wawasan usaha, permodalan, dll. Soalnya, selama ini masyarakat desa hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), umumnya masih harus ditingkatkan kemampuan maupun wawasan bisnisnya.

Disebutkan, salah satu tujuan dilakukannya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah meningkatkan aspek keamanan hutan. Ini terbukti dapat dicapai melalui keterlibatan masyarakat melalui terciptanya berbagai peluang usaha yang mampu meningkatkan perekonomian dan lapangan kerja.

“Kami sangat terbuka bagi berbagai dinas/instansi di tingkat provinsi/ kabupaten. Penilaian kami, pihak-pihak tersebut memiliki kemampuan mengarahkan usaha masyarakat desa hutan menjadi lebih baik sesuai bidangnya masing-masing,” ujar Alex.

Diakuinya, selama ini antara pihak Perhutani maupun dinas/instansi pemerintah daerah terkesan masih harus meningkatkan komunikasi satu sama lain. Padahal, Perhutani pun sangat mengharapkan adanya keterlibatan seluruh pemerintah daerah, di mana sejauh ini baru Pemkab Bandung yang dinilai paling aktif ikut membina masyarakat desa hutan.

Dicontohkan, salah satu hal yang masih sering terjadi adalah sifat masyarakat desa hutan yang serbaikutan-ikutan mengusahakan suatu komoditas, hanya karena mendengar di tempat lain sudah sukses. Padahal tak semua kawasan hutan cocok untuk dikembangkan atau ditanami komoditas yang sama, misalnya kopi, sehingga perlu diarahkan kepada komoditas lain yang lebih cocok disertai kepastian pasar.

Di lain pihak, katanya, ada sejumlah LMDH yang mengusahakan tanaman yang secara teknis bagus, tetapi orientasi pasarnya malah kurang baik. Sebaliknya, ada pula sejumlah komoditas yang dianggap sepele, ternyata banyak yang mencari karena kebutuhannya tinggi, tetapi masyarakat desa kerepotan menangani secara teknis tanaman maupun pascapanen, atau manajerial usaha, dsb. (KodarSolihat)”*

Sumber : Pikiran Rakyat, hal. 9
Tanggal : 17 Februari 2016