Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyiapkan Rp 4,1 triliun untuk menyewa lahan petani seluas 570 ribu hektare. Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan sewa tersebut akan berlaku selama 3,5 tahun, mulai pertengahan tahun ini hingga 2014.
Ia menegaskan, kebijakan ini bakal menguntungkan petani. Kementerian BUMN akan menambahkan klausul yang menjamin kesejahteraan petani dalam kontrak sewa tanah. “Secara manusiawi, kami berharap petani mendapat keuntungan. Dibayar dengan upah buruh standar itu sudah bagus,” katanya, Sabtu lalu.
Ada tiga opsi skema kontrak sewa lahan yang disiapkan. Pertama, pola bantuan natura, yakni sebagian kebutuhan sarana produksi petani diberikan secara cuma-cuma melalui dana corporate social responsibility. Kedua, pola bayar panen. Dalam skema ini kebutuhan sarana produksi petani dibantu. Sebagai imbalan nya, perusahaan BUMN mendapatkan hasil panen.
Ketiga, pengelolaan. Dalam skema ini, lahan disewa dan dikelola badan usaha milik negara. Seluruh biaya produksi ditanggung petani, dan hasil panen menjadi milik BUMN.”Petani memilih satu dari tiga pilihan itu,” kata Mustafa.
Konsorsium sejumlah perusahaan badan usaha milik negara bakal menyewa lahan petani.
Program sinergi ini terpisah dari program Kementerian Pertanian meskipun tujuannya sama, yaitu mencapai target swasembada pangan nasional.
Nantinya lokasi pelaksanaan akan terpisah dari program Kementerian Pertanian. Lahan yang akan disewa tersebar di Aceh, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Dengan program ini, diharapkan akan dihasilkan minimal 3,725 juta ton gabah kering panen. Tambahan produksi minimal 0,56 juta ton padi, 1,5 juta ton jagung, dan 0,06 juta ton kedelai pada tahun ini. Target produksi tersebut diharapkan terus meningkat hingga 2014.
Badan usaha milik negara yang terlibat, antara lain, PT Pertani dan PT Sang Hyang Seri. Kedua perusahaan ini bertugas menyediakan benih unggul. PT Pupuk Sriwidjaja menyediakan pupuk, sedangkan Perum Jasa Tirta I dan II untuk pengairan.
Perusahaan negara lainnya yang ikut dilibatkan adalah Perum Perhutani, PT Inhutani, dan PT Perkebunan Nusantara untuk penyediaan lahan. Selain itu, PT Berdikari untuk produksi jagung dan pakan ternak serta Perum Bulog untuk pengelolaan hasil produksi.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih sebelumnya menilai pemerintah seharusnya meningkatkan produksi beras nasional dengan mencetak sawah baru pada lahan telantar. Saat ini ada sekitar 9,2 juta hektare lahan telantar.
Pekan lalu, Duta Besar Indonesia untukThailand, Mohammad Hatta, menuturkan bahwa Thailand saat ini memiliki 9-11 juta hektare lahan tanam padi. Total produksi gabah per tahun mencapai 30-31 juta ton. Hasil produksi yang berlimpah ini mendorong negara itu bisa mengekspor 45 persen hasil produksinya atau setara dengan 7-9 juta ton beras.
Thailand, kata Hatta, bahkan menargetkan mampu menambah luas lahan sawahnya hingga 9,2 juta hektare. Riset terus dikembangkan untuk memenuhi target mendapatkan kualitas gabah dengan bobot 42 gram per batang padi.
Kesuksesan Thailand ini tak lepas dari kebijakan nasional mereka soal padi, beras, dan petani yang dituangkan dalam Thai Rice Master Strategies 2007-2011. Kebijakan itu disusun bersama oleh Kementerian Pertanian dan Koperasi serta Kementerian Perdagangan. “Meski kondisi politiknya masih ricuh, pemerintah Thailand tetap menjalankan kebijakannya,”kata Hatta.
Nama Media : KORAN TEMPO
Tanggal        : Senin, 23 Mei 2011 hal B1
Penulis         : ANANDA BADUDU/DEWI RINA
TONE           : NETRAL