CEPU, PERHUTANI (14/11/2022) | Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu bersama Kepala Sub Bagian Pembinaan Operasional Satreskrim (KBO Satreskrim) Polres Blora melaksanakan sosialisasi penguatan kelembagaan dan penanganan hukum adanya potensi konflik pasca terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), Jum’at (11/11).

Hadir dalam kegiatan, Administratur KPH Cepu Mustopo di dampingi Wakil Administratur Sub Utara Hartanto, Wakil Administratur Sub Selatan Fitra Praharsa Utama, Ketua Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Garda Wana Pramugi Prawiro Wijoyo, Kepala Sub Pembinaan Operasional Satreskrim Polres Blora Suhari dan perwakilan Cabang Dinas Kehutanan Kabupaten Blora Anang Dwiyanto.

Administratur KPH Cepu, Mustopo menyampaikan, “Sembari menunggu SK Menteri LHK tentang KHDPK yang telah dilengkapi dengan dokumen peta yang legal, untuk mengatisipasi munculnya konflik pasca munculnya SK sekaligus sebagai penguat kelembagaan, agar masyarakat desa hutan segera membentuk koperasi sebagai bukti legalitas kerjasama di berbagai komoditi dengan Perhutani,” harapnya.

Sesepuh Sedulur Sikep Samin, Pramugi Prawiro Wijoyo yang juga Ketua Paguyuban LMDH Garda Wana mengatakan adanya kesimpang siuran informasi dan kurangnya pemahaman masyarakat  tentang SK Menteri LHK No. 287 tahun 2022, banyak oknum dari luar pangkuan wilayah KPH Cepu memanfaatkan kesempatan mengambil keuntungan yang mengakibatkan kerugian materiil banyak orang.

Pramugi juga menyampaikan jika LMDH ingin tetap eksis dan lahan garapan dapat dikelola masyarakat sekitar hutan, dan bukan orang luar wilayah pangkuan hutan KPH Cepu, agar segera dibuat kerangka kerjasama berbentuk koperasi yang bisa menjadi legalitas dan kekuatan hukum dengan Perhutani sekaligus menjadi pertimbangan tim KHDPK dalam pengelolaan lahan garapan.

Sementara itu Kepala Sub Pembinaan Operasional Satreskrim Polres Blora Suhari mengingatkan sesuai dengan Undang Undang No. 18 tahun 2013. Orang dan perseorangan yang dengan sengaja merusak, memindahkan, atau menghilangkan pal batas luar kawasan hutan, batas fungsi kawasan hutan, atau batas kawasan hutan yang berimpit dengan batas negara yang mengakibatkan perubahan bentuk dan atau luasan kawasan hutan dapat dipidana dengan penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah).

“Orang ketipu itu bukan orang yang bodoh, orang ketipu tak mengenal pangkat atau jabatan, dan orang ketipu itu orang yang punya ambisi besar untuk mendapatkan hasil besar dengan cara singkat, untuk itu kami berpesan lakukan pekerjaan apapun tapi jangan sampai pekerjaan yang melawan dan melanggar hukum,” pungkasnya. (Kom-PHT/Cpu/Pai)

Editor : Aas

Copyright©2022