MERDEKA.COM (6/10/2020) | Kekayaan ragam hutan bambu di Kabupaten Banyuwangi tidak hanya di Taman Nasional Alas Purwo, namun juga ada di Lingkungan Papring Kelurahan Kalipuro, kawasan yang masuk area kota.

Masyarakat Papring, sejak puluhan tahun memanfaatkan bambu sebagai bahan kerajinan, namun belum memiliki pemahaman pentingnya menanam bambu.

Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyuwangi Utara bersama masyarakat di Lingkungan Papring dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) saat ini akhirnya kompak melakukan pendataan jenis bambu dan penanaman bambu di kawasan sumber mata air.

Asper Perhutani KPH Banyuwangi Utara, Suwandi mengatakan, upaya konservasi bambu memang membutuhkan kerjasama dari masyarakat. Pihaknya siap mendukung bantuan bibit bambu untuk proses penanaman dalam waktu dekat.

“Masyarakat ingin melakukan konservasi, kami menyambut dengan baik. Papring kan juga ikon, artinya panggonan pring (sumber tanaman bambu). Kemarin kita inventarisasir jenis bambu dan cek sumber mata air,” kata Suwandi saat dihubungi via telepon, Selasa (6/10).

Saat pendataan jenis bambu bersama masyarakat, pihaknya menemukan setidaknya 5 jenis bambu. Selanjutnya, akan ada penanaman bambu di kawasan sumber mata air. Bambu sendiri dinilai memiliki fungsi memperkuat kapasitas sumber mata air agar tetap melimpah.

“Kemarin kita data ada sekitar 5 jenis bambu di Papring. Kami siap membantu bibit bila ingin ada pengkayaan jenis bambu kita tambahin. Yang penting nilai konservasinya ada,” jelasnya.

Suwandi menambahkan, usai pendataan jenis bambu dan kayu di kawasan sumber mata air. Pihaknya bersama LMDH dan masyarakat pencari bambu, pengrajin hingga pengepul sepakat untuk melakukan konservasi. Kawasan sumber mata air yang akan diperkaya jenis bambu tidak akan ditebang untuk kepentingan pribadi.

“Kalau kami yang nanam tanpa ada sosialisasi ke masyarakat, mereka tetap mengambil kan. Nah kita sepakat di perbatasan sumber akan diberi pagar sebagai batas konservasi, jangan sampai diambil bambunya. Pelaku pencari bambu, pengrajin, pengepul, kita beri pemahaman bareng bareng,” jelasnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat penggerak konservasi bambu di Papring, Widie Nurmahmudy mengatakan, usai melakukan pendataan ragam bambu, masyarakat akan memberi tanda nama jenis bambu.

“Minggu depan jumat mau penamaan dan dibuatkan kertas dilaminating. Ada lima jenis bambu yang ditemukan, yakni bambu watu, watu manggung, wuluh, serit dan apus. Ini masih nama lokal versi kami. Nanti akan melibatkan kalangan akademisi untuk mencari tahu nama latinnya,” ujarnya.

Widie mengatakan, pihaknya bersama masyarakat secara bertahap akan melakukan sosialisasi agar menjaga bambu di kawasan konservasi sumber mata air. Widie sendiri selama ini berupaya mengenalkan potensi kerajinan bambu lewat kelompok Pemuda Papring Kreatif.

“20 meter dari bantaran aliran sungai, kanan kiri kawasan konservasi tidak boleh ditebang. Bambu boleh ditebang, tapi harus dirawat tidak boleh diambil untuk personal dan komersial, hanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk bikin musola, gardu,” katanya.

Widie mengatakan, sejak tahun 1970an, kawasan Papring memang dikenal sebagai sentra kerajinan anyaman bambu. Sebagai pemuda, dia tidak ingin bambu sebagai ikon di kampung halamannya habis karena tidak adanya budaya menanam bambu.

“Harapannya ini bisa menjadi ruang edukasi bersama, dan masyarakat bisa menjaga, tidak hanya menebang, tapi juga merawat dan mau menanam,” jelasnya.

Lebih lanjut, masyarakat selama ini juga bergantung pada sumber mata air dari hutan, bila kelestarian bambu tidak dijaga, maka debit sumber mata air akan berkurang.

“Penanaman di wilayah sumber mata air rencananya akan dilakukan di musim hujan mungkin Desember ini. Pihak Perhutani juga siap membantu memantau besaran debit air yang ada di sana. Selanjutnya, akan dibuat menajemen satu tandon air, agar pembagian semakin adil,” katanya.

Sumber : merdeka.com 

Tanggal : 6 Oktober 2020