Jakarta – Perum Perhutani mengatakan, akan melakukan sertifikasi untuk lahan tidur atau tidak dikelola seluas dua juta hektar. Langkah tersebut dilakukan guna mengoptimalisasi aset.
Direktur Utama Perum Perhutani, Mustoha Iskandar optimalisasi aset, dengan memaksimalkan salah satu divisi perusahaan yaitu divisi optimalisasi aset. “Langkah sertifikasi tersebut perlu dilakukan agar nantinya lahan tersebut dapat dikelola oleh perusahaan. Lahan tersebut berada dari Madura sampai Banten,” katanya di Jakarta, Selasa (21/10).
Dia mengatakan, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan kerjasama dengan investor swasta untuk mengelola aset. Selain itu, Perhutani akan melakukan sertifikasi untuk lahan kawasan hutan seluas 115 ribu hektar.
Saat ini, luas lahan Perhutani sendiri mencapai 2,426 juta hektar atau sekitar 17 persen dari luas daratan Jawa dan Madura. Wilayah Kerja Perhutani itu terdiri dari 630.720 hektar hutan divisi regional Jawa Tengah, 1.136 juta hektar hutan Jawa Timur, dan 659.007 hektar, hutan Jawa Barat dan Banten.
Sedangkan, aset Perum Perhutani berupa rumah dinas dan bidang tanah untuk mendukung pengelolaan hutan seluruhnya 25.909 juta meter persegi berada di 4.046 lokasi.
Selain itu, Perum Perhutani telah menyiapkan investasi sebesar Rp200 miliar untuk industri non kayu di Pabrik Gondorukem, Pema-lang-Jawa Tengah. Perseroan menargetkan, pendapatan tahun ini sebesar Rp 4,6 triliun berasal dari 52 persen industri kayu, dan 48 persen dari industri non kayu.
“Kami menargetkan komposisi pendapatan perusahaan selama dua tahun ke depan menjadi 55 buat non kayu dan 45 buat kayu,” ujarnya.
Sebelumnya mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Helmy Faishal Zaini, mengatakan Saat ini masih banyak lahan tidur yang belum termanfaatkan. Padahal bila digarap dengan baik, lahan tersebut dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya. Ini sangat disayangkan lahan tidur yang belum dimanfaatkan itu. “Saya tanya ke Bupati adaberapa banyak lahan yang tidur? Ternyata ada 1 kabupaten ada 4 ribu hektar lahan yang tidur,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bila secara asumsi jumlah kabupaten di seluruh Indonesia mencapai 100 kabupaten dengan masing-masing kabupaten memiliki lahan tidur seluas 3 ribu 4 ribu hektar, maka akan ada sekitar 3 juta hektar lahan tidur yang belum dimanfaatkan. “Ini bisa melebihi berapa besar Singapura,” tutur Faishal.
Menurut Faishal, banyak lahan tidur yang masih belum digarap saja Indonesia sudah menjadi negara penghasil sawit terbesar di dunia. Maka dengan pemanfaatan lahan tersebut seharusnya Indonesia dapat menjadi produsen hasil perkebunan lain.
“Indonesia juga penghasil kakao coklat terbesar ketiga di dunia, dan penghasil kopi terbesar keempat di dunia. Jadi dengan memanfaatkan lahan tersebut Indonesia akan bisa jauh lebih sebagai negara penghasil komoditas utama terbesar di dunia,” tegasnya.
Sedangkan menurut Guru Besar Fakultas P Pertanian Universitas Syah Kuala Banda Aceh Abu-bakar Hakim berpendapat Indonesia masih jauh dari mimpi mencapai kedaulatan pangan. Pasalnya, untuk tahap kemandirian pangan saja, Indonesia belum memenuhi syarat. Mengingat masalah lahan masih menjadi kendala utama sector pertanian nasional.
“Setidaknya kita harus mandiri dulu.Sebenarnya bukan hal yang sulit. Kita punya potensi pangan yang besar untuk itu. Hanya saja butuh dukungan dari semua pihak untuk mencapainya,” ujar.
Untuk itu, Abubakar pun menyarankan pemerintah untuk segera menghentikan laju konversi lahan pertanian.Pemerintah juga bisa mengambil alih lahan-lahan ‘tidur’ untuk diman-. faatkan para petani kita. “Lahan tidur bisa menjadi alternatife pemerintah baru mengatasi deficit lahan,” katanya.
Jika Petani Thailand rata-rata menguasai 3 hektar lahan, sedangkan rata-rata petani Indonesia hanya memiliki 0,3 hektar lahan. Sementara itu, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, petani rata-rata memiliki lahan di atas 100 hektar.
“Di sisi lain, pada era otonomi daerah, lahan-lahan subur buat pertanian juga terus dikonversi. Di tiap provinsi laju konversinya rata-rata sampai 10%. Bahkan ada lahan pertanian yang dikonversi menjadi gedung perkantoran buat pemerintah daerah. Pemanfaatan lahan tidur bisa dijadikan alternatif,” sebutnya.
Sumber  : Ekonomi Neraca
Tanggal : 22 Oktober 2014