Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten menargetkan pemasukan dari sektor non kayu terutama, pariwisata alam pada 2013 naik sebesar 30% dari tahun lalu. Wakil Kepala Unit Perum Perhutani Unit III Iman Sandjojo mengatakan tahun lalu sektor pariwisata secara mengejutkan menyumbangkan pemasukan yang cukup besar pada kas mereka.

“Tahun ini sektor non kayu ditargetkan memberi pemasukan Rp750 miliar, sekitar Rp250 miliarnya dari sektor pariwisata atau sekitar 30%,” katanya di Gedung Sate, Bandung, Senin (18/3). Untuk mendongkrak angka kunjungan wisata ke sejumlah objek yang kebanyakan berada di kawasan Bandung Selatan, Perhutani menurutnya akan melakukan pembenahan. Pihaknya mengaku tahun ini menyiapkan anggaran belanja sekitar Rp15 miliar.

“Kawasan pariwisata di Rancaupas, Cilember akan kami benahi sebagai bagian dari masterplan,” katanya. Menurut Iman, dalam masterplan pariwisata kawasan Kawah Putih, Ciwidey masih banyak objek yang bisa ditawarkan untuk wisatawan. Dari mulai Cikole, Rancaupas, Cilember, sampai perkebunan teh Ciwidey, Rancaupas dan Ciwidey menurutnya tahun ini akan dibenahi agar wisatawan banyak pilihan.“Kami masih akan fokus di daerah itu jadi belum banyak menggarap objek baru,” katanya. Perhutani sendiri sejak 2 tahun terakhir mulai serius menggarap pasar wisatawan asing terutama Malaysia, Singapura dan China. Pekan lalu, bersama Badan Promosi Pariwasata Daerah (BPPD) Jabar pihaknya ikut menawarkan areal Kawah Putih dalam pameran pariwisata di sana.

“Kami berkepentingan untuk ikut memasarkan produk-produk kami di Malaysia. Ini juga menjadi bagian dari target pemasukan non kayu,” katanya. Berdasarkan pengamatan Perhutani, turis asing asal Malaysia cukup dominan mengunjungi objek wisata seperti Kawah Putih.

“Sekitar 25% turis asing yang berkunjung banyak yang datang dari Malaysia,” katanya. Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif BPPD Jabar Hilwan Saleh mengatakan kawasan objek wisata Ciwidey milik Perhutani akan menjadi bagian dari objek wisata unggulan Jabar.

Menurut Hilwan, dari sekitar 700-an objek wisata yang ada di Jabar, hanya 73 saja yang layak dijual. “Bukan berarti yang lain tidak potensial. Tapi infrastruktur menuju objek wisata ke sana masih menjadi kendala,” katanya. Untuk menginventarisasi objek wisata yang layak jual, pihaknya mengaku tidak bisa jalan sendiri. Karena harus melibatkan Asita, PHRI dan Pemda setempat.

“Selain inventarisir, kami juga harus menyusun profil wisatawan asing. Karena wisatawan Asean dan Eropa itu berbeda.” Wisatawan Asean lebih menyenangi belanja, sementara Eropa lebih ke pemandangan alam. Menurut Hilwan, ke depan produk wisata yang akan diminati wisatawan mancanegara tidak lagi bisa mengandalkan yang sifatnya hanya melihat pesona pemandangan alam, tetapi harus lebih mengutamakan produk wisata yang bisa memberikan kenangan lebih mendalam. (k28/k57)

Bisnis Indonesia hal.  8 ::: Selasa, 19 Maret 2013