Jurnal Nasional, Jakarta – Perum Perhutani akan mengoperasikan pabrik pengolahan derivatif gondorukem atau getah pinus dan terpentin di Pemalang, Jawa Tengah, pada akhir Oktober 2013 dengan kapasitas olah sekitar 30.000 ton per tahun.

“Pabrik yang dibangun dengan investasi sekitar Rp190 miliar ini akan menjadi pabrik pengolahan gondorukum terbesar di Asia Tenggara,” kata Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto dilansir Antara di Jakarta, Rabu (9/10).

Menurut dia, pabrik yang berlokasi di Kampung Bojongbata, Pemalang, ini akan diresmikan Menteri BUMN Dahlan Iskan.

Dia menjelaskan dari pengolahan gondorukem tersebut akan menghasilkan produk turunan dari terpentin berupa glicerol rosin ester, alpha pinene, betha pinene, limonen, cineol dan alpha terpineol atau terpentin yang dapat dijadikan bahan dasar industri makan dan minuman, adhesive, indutri kertas, industri cat dan tinta, parfum serta farmasi.

“Mulai dari industri kertas, industri plastik, kulit, hingga sabun cuci membutuhkan turunan produk terpentin,” ujarnya.

Dia menjelaskan pabrik yang dibangun di lahan seluas 2,5 hektar ini akan menghasilkan turunan terpentin untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.

“Namun setelah pabrik tersebut mencapai kapasitas produksi yang lebih tinggi maka juga akan disekpor ke sejumlah negara seperti Jepang, India, Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Singapura,” kata Bambang.

Menurut dia, selama ini hampir semua industri di Indonesia memenuhi kebutuhan produk derivatif gondorukem dari pasar impor, seperti China, Eropa dan India.

“Dengan dibangunnya pabrik gondorukem dan terpentin ini diharapkan dapat memenuhi permintaan industri di dalam negeri,” ujarnya.

Perhutani memprediksi dengan dibangunnya pabrik derivat gondorukem tersebut mampu menghasilkan nilai tambah 1,5-4 kali lipat dari pendapatan sebelumnya.

“Awalnya pengolahan gondorukem Perhutani masih dalam skala kecil. Dengan pengembangan ini diharapkan nilai produk gondorukem Perhutani bisa meningkat tajam,” ujarnya.

Pada 2013, Perhutani mengalokasikan dana belanja modal (capex) sekitar Rp500 miliar, sekitar Rp190 miliar di antaranya digunakan untuk pembangunan pabrik gondorukem.

Sisanya untuk pembangunan pabrik sagu di Sorong sekitar Rp200 miliar, dan pengembangan pabrik pengolahan kayu plywood di Pare, Kediri.

Jurnalis : Luther Kembaren
Jurnal Nasional | 10 Oktober 2013 | Hal. 26