BISNIS.COM (2/12/2019) | Perum Perhutani tengah gencar melakukan diversifikasi usaha. Pengembangan agroforestri kopi, minyak kayu putih, dan bisnis biomassa menjadi pilihan.
Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy Mulino Mauna mengatakan perusahaannya tidak lagi ingin dikenal sebagai kontraktor saja, namun harus bisa berinvestasi dan menggali potensi yang bisa digarap.
“Inhutani didorong tidak hanya kontraktor. Kita harus perbaiki diri,” ujarnya di DPR, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Diakuinya bisnis Perhutani sejak lama hanya terpaku pada hasil hutan berupa kayu dan ekowisata. Namun kini pihaknya ingin mengembangkan usaha dengan pola agriforesri seperti kopi, minyak kayu putih, hingga biomassa.
Untuk Agroforestri komoditas kopi di lahan Perum Perhutani dilakukan dengan pola kemitraan kehutanan melalui kerja sama bagi hasil dengan petani yang tergabung dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Nilai bagi hasil untuk Perhutani antara 15-25%.
Potensi tanaman kopi di Perum Perhutani seluas 39.534 hektare (ha) terdiri dari robusta sebesar 17.401 ha dan arabica 22.133 ha.
Sementara profit yang diterima Perhutani semisal dari 100 kg buah kopi Arabica saja mencapai Rp.600.000. Selama berjalan hampir 2 tahun, pendapatan dari agroforestri kopi per September 2029 mencapai Rp10,9 miliar.
Melihat potensi ini, pada 2020-2024 Perum Perhutani akan melakukan sejumlah upaya.
Diantaranya validasi database kopi melalui inventarisasi oleh perencanaan hutan wilayah, perubahan penerimaan sharing kopi menjadi dalam bentuk Natura (Cherry), melakukan pengolahan kopi dari Cherry menjadi Greenberg melalui jasa makloon/pengolahan mandiri.
Kemudian sinergi bisnis khususnya dengan BUMN untuk perluasan pasar, pelatihan SDM Perhutani dalam bidang budidaya dan pengolahan kopi Setya studi banding ke PTPN VIII/XII, dan pembinaan teknis kepada petani meliputi budidaya dan pengolahan pasca panen.
Upaya-upaya ini dilakukan agar produksi kopi mencapai 1.000kg/ha pada 2024. Adapun pada 2019 produktivitasnya sebesar 500-700 kg/ha. Sementara itu, produksi kopi dalam bentuk berasan (green bean) pada 2024 diharapkan mencapai 6,8 juta kg dengab pendapatan Rp274,6 juta dari luasan 46.441 ha.
Perhutani pun berharap adanya dukungan dari pemerintah berupa penurunan tarif PNBP sebesar 50%, harga yang kompetitif, modal dari perbankan, dan CSR/hibah.
Untuk pengembangan bisnis minyak kayu putih, Perhutani bekerjasama dengan BBPBPTH dalam penggunaan bibit unggul hasil penelitian dengan produktivitas 4 kg/pohon setiap tahun atau 9,6 ton/ha dengan rendemen 2,1%.
Kemudian penggunaan klon unggul perhutani (Klon 71) dimana umur 2 tahun sudah siap pangkas dengan produktivitas 3,2 kg/pohon setiap tahun atau 6,14 ton/ha dengan rendemen 1-1,4%. Lalu, melakukan revitalisasi PMKP dengan membuat percontohan PMKP Sukun.
Pada 2024, Perhutani menargetkan luas lahan kayu putih mencapai 40.886 ha dengan daun kayu putih seberat 290.015 ton yang menghasilkan minyak kayu putih 3.886 ton, sehingga nilai produksi didapat Rp1,025 miliar.
“Kayu putih dan kopi bukan bisnis Perhutani saat itu. Tapi melihat potensinya, kita masih tergantung impor 2.000 ton buat kayu putih, dan hitung-hitungan, kami memutuskan yang non koor. Ada ekstensifikasi maupun intensifikasi kami lakukan baik kayu putih dan kopi,” jelas Denaldy.
Di samping dua komoditas itu, Perhutani tengah mengembangkan biomassa dalam skala besar untuk pembangkit energi listrik. Pihaknya ingin ikut berperan dalam mendukung ekologi yakni dengan menekan laju perubahan iklim dari hasil bahan bakar fosil.
Dia menerangkan emisi yang dikeluarkan secara global pada 2018 mencapai 33,1 gigaton. Sebagian besar disebabkan penggunaan bahan bakar fosil. Sementara itu Indonesia menargetkan penurunan emisi 29% pada 2030 atau 2,8 gigaton.
Perhutani telah melakukan pilot projects biomassa pada 2013 dengan menanam 2.000 ha tanaman Gamal di KPH Semarang. Dilakukan juga penanaman Kaliandra Merah seluas 3.800 ha seperti di KPH Sukabumi dan Kediri.
Tanaman biomassa diketahui mudah dan cepat rumbuh. Tanaman ini dapat menghasilkan wood pelet premium dan dapat dipanen pada umur 2 tahun. “Kami targetkan, penanaman 20.000 setahun, buat lima tahun, hasilnya kami estimasikan 2 juta wood pelet,” sebut Denaldy.
Pada 2026, ditargetkan ada 5 klaster biomassa. Antara lain di Jawa Barat-Banten (Janten) 1, Janten 2, Jateng-PLN, Jateng 1, dan Jatim 1.
Sebagai contoh di Jateng 1, luas klaster yang ditargetkan mencapai 25.790 ha dan menghasilkan kayu energi sebesar 653.846 ton/tahun dengan limbah 20.000 ton/tahun, serta menghasilkan potensi listrik 96 Megawatt.
Anak perusahaan Perum Perhutani, PT. Inhutani II juga akan mengembangkan biomassa dengan luas klaster 16.000 ha dan limbah 20.000 ton/tahun. Proyek ini akan dimulai pada 2020.
Potensi penyelesaian penanaman akan berlangsung selama 4 tahun dengan produksi green biomassa sebesae 192.000 ton/ha.
“Pasarnya ke Jepang, Korea. Harapan kami dengan pertemuan DPR, Indonesia jadi alternatif energi baru terbarukan yang dioptimalkan,” tukas Deandy.
Sumber : bisnis.com
Tanggal : 2 Desember 2019