ANTARAJATIM.COM (2/8/2017) | Tim Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” (UPNV) Yogyakarta, Rabu meneliti ulang tujuh “geosite” (tapak) dari 19 “geosite” di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yang diusulkan masuk cagar alam geologi kepada Badan Geologi Bandung.

“Penelitian ulang ini hanya untuk memberikan gambaran kepada jajaran KPH Bojonegoro terkait keberadaan sejumlah geosite yang berada di kawasan hutan,” kata Tim Peneliti UPNV Yogyakarta Dr. Jatmika Setiawan di Bojonegoro, di sela-sela meninjau lapangan.

Sebelum itu, kata dia, Tim UPNV Yogyakarta sudah melakukan survei ulang lokasi “geosite” yang masuk kawasan KPH Parengan, Tuban, dan KPH Cepu, Jawa Tengah.

“Lokasi 19 geosite yang diusulkan masuk cagar alam geologi berada di KPH Bojonegoro, Parengan dan Cepu,” katanya menegaskan.

Lokasi geosite yang diteliti ulang hari ini yaitu Sendang Gong di Desa Gunungsari, Kecamatan Baureno, Banyu “Kuning” dan Gunung Watu, keduanya di Kecamatan Gondang dan Kedung Lantung di Kecamatan Sugihwaras.

Selain itu, juga Watu Gandul dan Selo Gajah dan Bukit Tono, ketiganya di Kecamatan Gondang dan Atas Angin di Desa Jari, Kecamatan Sekar.

Dari pengecekan di lapangan bersama Wakil ADM Tengah KPH Bojonegoro Diky Iswandaru dan Wakil ADM Timur Supriyanto, diketahui hanya kawasan Sendang Gong di Desa Gunungsari, Kecamatan Baureno, lokasinya bukan kawasan hutan.

“Kalau Sendang Gong ini lokasinya di tanah warga, bukan tanah Perhutani. Tapi lainnya semuanya masuk kawasan hutan KPH Bojonegoro,” kata Iswandaru menjelaskan.

Menurut Jatmika, kalau tanah yang masuk lokasi “geosite” merupakan tanah warga maka warga harus memperoleh penjelasan terkait keberadaan potensi yang ada.

“Warga tetap bisa memanfaatkan, tetapi jangan menambang seperti di Sendang Gong ini sudah pernah ditambang,” ucapnya.

Tetapi, lanjut dia, kalau tanah itu merupakan tanah Perhutani maka harus ada nota kesepahaman antara pemerintah kabupaten (pemkab) dengan KPH terkait pemanfaatan bersama tanah hutan.

Pemanfaatan tanah yang masuk geosite itu, lanjut dia, bisa dikelola warga masyarakat untuk pariwisata melalui kelompok sadar wisata (pokdarwis) dengan mengandalkan keindahan alamnya juga sejarah geologi di lokasi geosite itu.

“Lokasi tanah yang dimanfaatkan bersama juga tidak terlalu luas. Misalnya, Kedung Latung, masuk kawasan hutan KPH Bojonegoro, tetapi lokasinya di tengah sungai yang juga tidak bisa ditanami pohon jati,” katanya.

Menurut dia, kalau berbagai persyaratan administrasi sudah terpenuhi maka Kementerian ESDM akan mengeluarkan sertifikat cagar alam geologi dan “Geopark Petroleum” Bojonegoro.

“Target kami tahun ini dua sertifikat dari Kementerian ESDM sudah bisa keluar,” ucapnya menambahkan.

Sumber : antarajatim.com

Tanggal : 2 Agustus 2017