Pemerintah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mengembangkan tanaman umbi porang (iles-iles) sebagai komoditas unggulan yang bernilai ekonomi tinggi. Hal itu untuk meningkatkan kesejahteraan petaninya.

Bupati Madiun Muhtarom di Madiun, pekan lalu, menuturkan, produksi umbi porang di Madiun mencapai rata-rata 8.100 ton per tahun. Tanaman ini dibudidayakan warga yang tinggal di tepian hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani Unit II Jatim. Luas area tanam mencapai sekitar 1.380 hektar.

”Umbi porang menjadi sumber mata pencaharian baru bagi warga tepian hutan di Madiun. Mereka menanamnya di bawah tanaman milik Perhutani sehingga tidak merusak fungsi hutan,” ujar Bupati Madiun.Hampir semua hasil umbi porang di Madiun diekspor sebagai bahan baku ramen atau mi tradisional Jepang serta untuk bahan konyaku dan kosmetik. Namun, petani di Madiun menjual dalam bentuk umbi basah sehingga harganya rendah, sekitar Rp 2.500 per kilogram (kg). Setiap 1 hektar tanaman porang menghasilkan umbi basah hingga 16 ton, atau mendatangkan penghasilan sekitar Rp 40 juta.

Pendapatan yang diterima petani lebih besar bila bisa memberikan nilai tambah pada umbi porang. Caranya dengan mengolah jadi chips (irisan tipis) atau tepung. Chips porang dihargai hingga Rp 27.000 per kg dan tepung porang dihargai hingga Rp 600.000 per kg. Petani porang di Madiun pun menerima bantuan tiga alat pengolah porang jadi chips dari pemerintah pusat. Petani Wonolestari, Parno, mengakui, porang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Kopi arabika

Dari Nusa Tenggara Timur dilaporkan, Kabupaten Ngada, Flores, tahun ini mengembangkan 400 hektar kopi arabika di tiga kecamatan lagi. Harga kopi arabika kualitas ekspor bisa mencapai Rp 50.000 per kg.

Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Ngada Korsin Wea di Bajawa, pekan lalu, menjelaskan, luasan kopi arabika di Ngada kini 5.675 hektar. Hasilnya untuk ekspor.

Jurnalis : Nik
Kompas, 07 Mei 2013 hal. 22